Biaya Proyek LRT Membengkak, KAI Berharap Tambahan Subsidi

Akbar Nugroho Gumay|ANTARA FOTO
Pemerintah menyetujui dana pembangunan LRT Jabodebek sebesar Rp27 triliun yang bersumber dari penyertaan modal negara (PNM) sebesar Rp9 triliun dan pinjaman bank sebesar Rp18 triliun.
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Pingit Aria
22/11/2017, 13.44 WIB

Nilai investasi proyek Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek) tampaknya akan membengkak hampir Rp 5 triliun. Jika itu terjadi, PT Kereta Api Indonesia (KAI) pun berharap pemerintah akan memberikan tambahan subsidi.

Direktur Keuangan KAI Didiek Hartantyo mengatakan, pembengkakan nilai investasi pembangunan proyek tersebut yang tadinya sebesar Rp 26,7 triliun menjadi Rp 31 triliun, masih belum final. Tambahan biaya tersebut disebabkan adanya rencana penambahan jumlah stasiun dan perubahan sistem persinyalan dari sebelumnya fixed block menjadi moving block.

Namun, Didiek menyatakan, apabila nilai investasi membengkak, maka seharusnya subsidi yang diberikan pemerintah pun bertambah. "Pasti ada korelasinya itu (kenaikan nilai investasi dengan pembesaran subsidi)," ujar Didiek saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (22/11).

Di sisi lain, dia mengaku tidak akan ada investor lain yang menggarap proyek tersebut meski nilai investasinya membengkak. Sebab, Peraturan Presiden 49 Tahun 2017 hanya menyebutkan KAI yang bertindak sebagai investor.

(Baca: Pakai Sistem Sinyal “Moving Block”, LRT Butuh Tambah Dana Rp 300 M

Terkait dengan pendanaan, Didiek menjelaskan, KAI akan menyiapkan dana sebesar Rp 7,6 triliun yang diperoleh dari realokasi anggaran pembangunan kereta di Sumatera sebesar Rp 2 triliun dan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Sedangkan, sisanya Rp 3,6 triliun rencananya akan diperoleh dari APBN 2018.

Halaman: