Ketua Umum Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat APTRI, Arum Sabil, menagih janji Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% terhadap gula tebu. Arum mengatakan pada 31 Mei lalu, Sri Mulyani bertemu dengan DPP APTRI dan membahas mengenai ketentuan pengenaan PPN 10% gula tebu.
Dalam pertemuan tersebut, kata Arum, Sri Mulyani menjanjikan petani tebu rakyat yang merugi atau memiliki pendapatan di bawah Rp 54 juta pertahun dibebaskan dari kewajiban membayar PPN 10%.
"Rata-rata lahan petani tebu di Indonesia dua hektare dengan pendapatan di bawah Rp 54 juta per tahun," kata Arum dihubungi Katadata, Senin (10/7). (Baca: Mendag Tolak Rencana Sri Mulyani Kenakan PPN 10% Bagi Petani Tebu)
Arum mengatakan dengan ketentuan seperti itu, seharusnya petani tebu tak dikenakan PPN. "Bila mengacu ketentuan seperti itu, seharusnya petani tebu dan pedagang yang membeli gula petani tidak usah risau dengan masalah PPN," kata Arum.
Selain itu, Arum mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Bernomor 39/PUU-X1V/2016 mengenai hasil uji materi tentang Undang-undang PPN Nomor 42 Tahun 2009 pasal 4A ayat 2 tentang barang yang tidak dikenai PPN. Dalam putusan pada Februari 2017, MK menegaskan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat banyak tak dikenakan PPN.
"Walau tak spesifik MK menyebutkan jenis barang pokok, tapi secara dejure dan defacto, gula adalah termasuk kebutuhan pokok utama dan tidak terpisahkan dari putusan MK tersebut," kata Arum.
Meski berbagai aturan hukum menyatakan gula tebu tak seharusnya dikenakan PPN 10%, Arum mengatakan bingung dengan beberapa pernyataan pemerintah terkait penetapan PPN 10% untuk gula tebu.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan pemerintah akan menetapkan PPN sebesar 10% terhadap gula tebu. Ken berencana bertemu dengan perwakilan tebu pada Kamis, 13 Juli nanti perihal pengenaan PPN 10%.
(Baca: Petani Tebu Kena PPN 10 %, Dirjen Pajak Saran Urus Restitusi)
Pemerintah beralasan pengenaan PPN terkait uji materi yang diajukan Kamar Dagang Industri ke Mahkamah Agung atas Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2007. PP tersebut mengenai impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, termasuk hasil pertanian atau perkebunan.
MA mengabulkan gugatan Kadin tersebut dan memerintahkan pemerintah merevisi PP No. 31 tahun 2007 dengan memperluas barang kena pajak untuk produk pertanian termasuk perkebunan tebu.
"Pemerintah kalap apabila memberlakukan PPN 10 persen, karena dampaknya akan menghancurkan perkebunan dan industri gula tebu. Dampak kerugian lebih besar dari pada nilai yang dikumpulkan dari pajak," kata Arum.
Arum mengatakan pengenaan PPN 10% baik untuk petani tebu atau pedagang yang membeli gula petani, sama-sama akan merugikan petani. Bila petani yang dikenakan pajak, akan memangkas keuntungan yang sudah tipis. Hal yang sama apabila pajak diterapkan ke pedagang yang membeli gula petani, akan menekan keuntungan petani. "Lama kelamaan petani enggan menanam tebu," kata Arum.
Merespons isu yang beredar mengenai pemberlakuan PPN 10%, sekitar lima ribu petani di bawah koordinasi Sekretaris Jenderal APTRI M. Nur Khabsyin akan berunjuk rasa di Istana Negara dalam waktu dua minggu jika belum ada keputusan pembebasan PPN 10% untuk petani tebu.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga berharap gula petani tidak dikenakan PPN 10%. Ia pun telah menyurati Sri Mulyani untuk menyampaikan pendapatnya. "Saya memohon kepada Menteri Keuangan untuk bisa mempertimbangkan agar petani tebu tidak dikenai PPN,” kata Enggartiasto, di Jakarta, Senin (10/7).
(Baca: Kemendag: Bea Masuk Impor Bahan Pangan untuk Lindungi Produk Lokal)