Petani Tebu Kena PPN 10 %, Dirjen Pajak Saran Urus Restitusi
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan pemerintah akan menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen terhadap gula tebu. Ken menyarankan para petani tebu membentuk koperasi sehingga dapat memperoleh restitusi atau pembayaran kembali pajak yang telah dibayarkan.
Ken menyatakan usulan ini telah dia sampaikan kepada petani tebu di beberapa daerah. "Saya ke sana (Malang), dan menyuruh buat koperasi. Sehingga pajak yang dikenakan di gula tebu bisa ditarik lagi jadi restitusi," tutur Ken saat Rapat Kerja (Raker) terkait Anggaran Pendapat dan Belanja Negara (APBN) 2017 dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (10/7).
Pada Kamis 13 Juli 2017 nanti, Ken rencana bertemu petani dan pengusaha tebu yang menolak penetapan PPN 10 persen gula tebu. Dalam pertemuan itu ia akan mengusulkan agar petani dan pengusaha tebu untuk membentuk koperasi atau asosiasi berbadan hukum. "Akan kami jelaskan, kalau pakai badan hukum impas, dikreditkan (pajaknya)," kata Ken.
Ken mengatakan melalui sistem pajak dikreditkan, pajak yang dibayarkan akan diganti dalam jumlah yang sama ke petani dan pengusaha tebu. (Baca: Mendag Tolak Rencana Sri Mulyani Kenakan PPN 10% Bagi Petani Tebu)
Kelompok petani tebu meminta pemerintah mencabut keputusan PPN 10 persen. Petani tebu berasal dari Pabrik Gula Kebon Agung, Malang, mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka meminta pemerintah mencabut pajak penambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen terhadap komoditas gula. Sebab, pajak tersebut dibebankan kepada petani, bukan kepada para pedagang gula.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, penerapan PPN 10 persen atas gula tebu berlatar belakang gugatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ke Mahkamah Agung (MA) atas Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2007 tentang impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas gugatan Kadin itu, pada 25 Februari 2014 MA menerbitkan putusan Nomor 70P/HUM/2013 yang memerintahkan pemerintah merevisi PP No. 31 tahun 2007 dengan memperluas barang kena pajak untuk produk pertanian termasuk perkebunan tebu. (Baca: Kemendag: Bea Masuk Impor Bahan Pangan untuk Lindungi Produk Lokal)
Sehingga, kata Darmin, berlandaskan keputusan MA tersebut, pemerintah menetapkan PPN 10 persen untuk gula tebu.
"Tadinya pemerintah tidak ambil inisiatif apa-apa, tapi ada yang maju ke MA. Lalu ditetapkan oleh MA ini sehingga (tebu) kena," kata Darmin.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, mengacu pada Undang-Undang PPN, gula adalah Barang Kena Pajak sejak 1 Juli 1984. Pajak akan dipungut bila omzetnya mencapai Rp 4,8 miliar dan masuk kategori Pengusaha Kena Pajak (PKP).
"Meski yang menyerahkan Pabrik Gula atau PT, sepanjang omzetnya tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun dan belum PKP, tak perlu pungut PPN," kata dia.
(Baca: Asosiasi Petani Tebu Tagih Janji Sri Mulyani soal Pembebasan PPN 10%)