Tren Peningkatan Ekspor Bisa Terpukul Kebijakan Trump

Arief Kamaludin | Katadata
16/11/2016, 13.47 WIB

Pertumbuhan positif ekspor Indonesia yang dimulai pada Agustus lalu terus berlanjut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor pada Oktober lalu meningkat 4,6 persen. Namun, ke depan, ekonom memperingatkan adanya potensi penurunan ekspor ke Amerika Serikat (AS). Bila itu terjadi, neraca dagang Indonesia bisa tertekan.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat, neraca perdagangan Oktober lalu masih surplus US$ 1,21 miliar. Tapi, kalau Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump resmi menjabat mulai Januari 2017, maka diperkirakan akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Sebab, kebijakan ekonomi Trump disebut-sebut antiperdagangan bebas.

"Kontribusi ekspor Indonesia ke AS berpotensi menurun,” kata dia kepada Katadata, Selasa (15/11). Sejauh ini, Josua mencatat, ekspor ke AS berkontribusi 11 persen terhadap total ekspor Indonesia. (Baca juga: Kemenangan Trump Jadi Tantangan Ekonomi Indonesia 2017)

Mengacu pada data BPS, ekspor Indonesia ke AS masih mencatatkan pertumbuhan positif hingga Oktober 2016. Ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 1,29 miliar, naik 6,81 persen dibandingkan Oktober 2015 yang hanya sekitar US$ 1,21 miliar. Namun, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, ekspor Indonesia ke AS turun 4,66 persen. 

Sementara itu, secara kumulatif ekspor Indonesia ke AS pada Januari - Oktober 2016 mencapai US$ 12,88 miliar. Nilainya naik 0,46 persen dibandingkan periode sama 2015 yang sebesar US$ 12,83 miliar. Komoditas dan produk yang banyak diekspor ke AS di antaranya karet untuk alas kaki dan ban, peralatan hasil industri rumah tangga, dan produk dari industri melanin.

Meski ada risiko penurunan ekspor ke AS, Josua menilai, kenaikan harga komoditas khususnya batubara dan kelapa sawit bisa mendorong kinerja ekspor Indonesia dalam jangka pendek. Peningkatan ekspor itu ditaksir hingga kuartal I dan II tahun depan. "Namun, itu pun dengan asumsi harga batubara dan kelapa sawit stabil hingga akhir tahun ini," ucap Josua.

Ke depan, dia memprediksi, surplus neraca perdagangan masih bisa dipertahankan, meskipun akan cenderung mengecil dari tahun ke tahun. Sebab, perbaikan kinerja ekspor juga akan mendorong impor. Tak ayal, impor barang modal dan bahan baku tumbuh positif.

Sedangkan Ekonom Samuel Asset Lana menilai, volume ekspor masih menunjukkan penurunan. Artinya, perbaikan kinerja ekspor bukan karena peningkatan permintaan dari luar negeri, tapi lebih karena naiknya harga komoditas seperti batubara, minyak mentah, dan mineral.

Lana pun memprediksi, neraca perdagangan Indonesia tahun ini masih akan mencatatkan surplus. Namun, angka surplus ini tidak akan sebesar tahun lalu, karena impor juga naik. "Nilai surplusnya akan dibawah 2015. Namun, naiknya kinerja impor juga mengindikasikan ada perbaikan ekonomi dalam negeri," ujarnya.

Sekadar informasi, BPS mencatat, neraca dagang pada Oktober lalu surplus US$ 1,21 miliar. Nilainya lebih kecil dibandingkan bulan sebelumnya. Penyebabnya, pertumbuhan impor lebih tinggi daripada ekspor secara bulanan. (Baca juga: Impor Mesin dan Ponsel Cina Naik, Surplus Dagang Oktober Susut)

Nilai impor pada Oktober mencapai US$ 11,47 miliar atau naik 1,55 persen dibanding bulan sebelumnya. Sedangkan bila dibandingkan dengan Oktober 2015, naik 3,27 persen. Adapun ekspor pada Oktober lalu sebesar US$ 12,68 miliar atau cuma naik 0,88 persen dibanding bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan Oktober 2015, kenaikannya 4,6 persen.

Di sisi ekspor, Kepala BPS Suhariyanto merinci, nominal ekspor nonmigas sebesar US$ 11,65 miliar pada Oktober lalu atau naik 1,22 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun bila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, kenaikannya mencapai 8,43 persen. Secara keseluruhan, nilai ekspor sepanjang Januari-Oktober 2016 telah mencapai US$ 117,09 miliar.

"‎Kenaikan ekspor ini lumayan menjanjikan, karena sejak Agustus 2016, kinerja ekspor mulai naik," ujar Suhariyanto yang akrab disapa Kecuk itu.

Menurut Kecuk, terdapat beberapa jenis barang yang menjadi andalan utama ekspor Indonesia. Pada Oktober lalu, ekspor nonmigas terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati yaitu US$ 287,1 juta atau naik 19,02 persen dibanding bulan sebelumnya. Kemudian, bahan bakar mineral sebesar US$ 107 juta atau naik 8,43 persen, kapal laut sebesar US$ 72,5 juta atau naik 537,95 persen, besi dan baja sebesar US$ 53,5 atau naik 31,76 persen, serta alas kaki sebesar US$ 53,4 atau naik 15,65 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, kinerja ekspor juga disokong komoditas seperti minyak kelapa sawit (CPO), batu bara, kakao, karet, dan komoditas lainnya. Hal itu seiring dengan peningkatan harga komoditas tersebut dan kenaikan permintaan dari pasar global.

Sasmito menjelaskan, mendekati akhir tahun ini, negara-negara tujuan ekspor Indonesia memasuki musim dingin. Alhasil, kebutuhan akan energi terus meningkat. Selain komoditas energi, produk makanan pun juga mengalami peningkatan permintaan karena adanya situasi tersebut.

Ia pun memprediksi, pada November dan Desember 2016 ini, nilai ekspor bisa berada di atas US$ 12 miliar, dengan catatan permintaan global terus meningkat. Dengan demikian, total ekspor sampai dengan akhir tahun 2016 bisa mencapai US$ 140 miliar. "Lebih rendah dari 2015 yang mencapai lebih dari US$ 150 miliar. Karena untuk US$ 145 miliar saja kelihatannya susah," ujarnya.