Lonjakan harga tinggi sejumlah komoditas kerap menjadi momok pemerintah. Masyarakat pun menjerit menghadapinya. Dalam situasi seperti ini, Peneliti Senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) Mari Elka Pangestu menyarankan pemerintah membuat aturan otomatis untuk menjaga harga komoditas pangan.
Menurut mantan Menteri Perdagangan ini, selain untuk stabilisasi harga, regulasi tersebut dapat untuk menghindarkan dari tindak politisasi. Dia memberi contoh, manakala stok di Perum Bulog turun, pemerintah bisa langsung impor dan tidak perlu lagi ada perdebatan politik. (Baca: Menteri Perdagangan Tetapkan Harga Acuan 7 Komoditas Pangan).
“Harusnya seperti itu,” kata Marie dalam acara “1st Thee Kian Wee Lecture Series” di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa, 20 September 2016. “Kalau kita disuruh cek jumlah pasokan, seperti daging, apakah kita percaya hasil sensus sapi? Kebijakan ini sangat terkait dengan kenaikan harga yang berujung ke naiknya kemiskinan.”
Saran ini berkaca pada sejarah perekonomian yang pernah dihadapi Indonesia. Pada 2006, misalnya, terjadi gembar-gembor bahwa Indonesia tidak perlu impor beras. Akibatnya, ketika stok beras berkurang, harga komoditas utama pangan tersebut melambung tinggi karena pemerintah telat mendatangkan dari luar. Di sisi lain, angka kemiskinan naik satu persen akibat kenaikan harga beras.
Namun, dia pun mengingatkan akan hitung-hitungan kebutuhan impor dan stok yang dimiliki Indonesia harus melalui data yang akurat. Hal ini untuk memastikan tidak terjadi kelebihan atau kekurangan impor komoditas pangan. (Baca: Importir Sapi Potong Akan Diwajibkan Bangun Peternakan).
Selain itu, transparansi dari pemerintah begitu penting diterapkan. Oleh karenanya, pemerintah juga didorong dalam menentukan tarif terhadap harga komoditas tidak terlalu tinggi dan rendah.
“Ini sesuatu yang kami terapkan sebagai institusi. Meski ada perbedaan antara keuangan dan perdagangan. Menurut hemat kami, harusnya tarif lebih sebagai instrumen kebijakan dari pada revenue instrument,” ujar Mari. (Baca juga: Stabilkan Harga, Bulog Siap Serap Seluruh Produksi Beras).
Keputusan yang didasarkan pada sejarah ini didukung oleh mantan Wakil Presiden Boediono. Menurutnya, memahami sejarah perekonomian bangsa menjadi suatu hal penting, terutama saat akan mengambil kebijakan perekonomian yang akan berdampak kepada masyarakat banyak.
Pembelajaran akan sejarah ini juga dapat menghindarkan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tidak tepat atau bahkan kebijakan yang hanya menyelesaikan masalah di permukaan saja, tidak sampai ke akarnya. (Baca: Menteri Perdagangan Baru Janjikan Tekan Harga Pangan).
“Saya semakin merasakan betapa pentingnya pengambil keputusan sadar akan sejarah. Saya amati masalah yang muncul adalah masalah lama. Karena masalah itu penyebabnya sama dan masalah itu belum tuntas di masa lalu,” kata Guru Besar Ekonomi UGM ini.