Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menggelar rapat terbatas untuk membahas masalah proyek kereta listrik ringan (Light Rail Transit/LRT). Dia menegaskan bahwa ini adalah rapat terakhir untuk menyelesaikan masalah proyek kereta ini yakni LRT Jakarta, Bogor, Bekasi; DKI Jakarta; Palembang; dan Bandung. (Baca: Proyek Kereta Ringan LRT Jabodetabek Terganjal Masalah Lahan)
“Ini rapat keenam. Bolak balik rapat seperti ini enggak bener. Tapi karena masih ada hal yang harus diputuskan, oke yang ini rapat terakhir,” kata Jokowi saat memulai rapat tersebut di kantornya, Jakarta, Rabu (7/6).
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan rapat terkahir ini mampu menyelesaikan semua perbedaan yang ada antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Badan Usaha Milik negara yang ditunjuk untuk proyek ini. Dalam rapat tersebut disepakati perjanjian untuk masalah trase yang menjadi lintas provinsi dan lintas DKI Jakarta.
“Berkaitan dengan revisi Peraturan Presiden (Perpres), termasuk untuk Palembang, minggu-minggu ini bisa diselesaikan,” kata Pramono. Revisi aturan yang dimaksud adalah Perpres 98, 99 dan 116 tahun 2015, terkait percepatan penyelenggaraan Perkeretaapian di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Palembang.
Permasalahan pendanaan, dari sisi penggunaan, harga tiket dan sebagainya, juga telah diatur antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta. Selanjutnya ukuran rel diputuskan menggunakan rel standar, sehingga tidak banyak perlintasan. (Baca: Menteri Jonan Sepakat Rencana Ahok, Kereta LRT Pakai Rel Standar)
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, proyek LRT di DKI Jakarta akan dibangun oleh pemda setempat. Sedangkan LRT yang lintas provinsi akan dibangun dengan anggaran negara. Untuk LRT Bandung Raya, akan dibangun oleh swasta.
Jika harga keekonomian dan tiketnya dipandang terlalu tinggi, pemerintah akan memberikan subsidi bagi LRT yang dibangun di luar DKI Jakarta. Sementara untuk LRT di Jakarta, subsidinya akan ditanggung oleh pemda DKI Jakarta.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pembangunan LRT Jakarta akan menggunakan dana yang berasal dari penyertaan modal pemerintah (PMP) untuk membangun Kampong Atlet. Karena proyek ini batal, maka dananya dialihkan untuk LRT.
Pria yang akrab dipanggil Ahok ini akan membuat Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mengalihkan peruntukan dana tersebut. Sebelumnya, dia akan meminta persetujuan terlebih dahulu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta untuk hal ini. (Baca: Penggantian Biaya LRT Dibayarkan Bertahap Mulai 2017)
Ahok yakin dengan selesainya semua permasalahan dalam rapat tadi, proyek LRT Jakarta bisa mulai dibangun bulan ini. “Kalau konstruksi betul-betulnya bisa dimulai pada September atau Oktober tahun ini. Kami akan kejar penyelesaiannya pada pertengahan tahun 2018,” ujarnya.
Dia juga sudah menunjuk Badan Usaha Milik Daerah untuk proyek LRT ini, yakni PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Pembangunannya, Jakpro bisa menggandeng BUMN seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., atau PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Rute pertama yang akan dibangun adalah Kelapa Gading-Velodrome Rawa Mangun. Total kebutuhan dana untuk membangun rute pertama ini mencapai Rp 5 triliun. Sementara dana PMP yang diberikan pemerintah sejak Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2015 yang dilanjutkan ke APBD 2016, hanya Rp 4,4 triliun. Kemungkinan besar Jakpro harus mencari pendanaan dari pihak lain untuk menutup sisanya.
(Baca: Investor Jepang dan Eropa Minati Proyek MRT Jakarta Timur-Barat)