Industri Kecil Ini Lebih Stabil Daripada Perusahaan Besar

Donang Wahyu|KATADATA
Ketua Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Triawan Munaf meninjau beberapa jenis produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang ikut ambil bagian dalam program bazar online #BelidanPeduli kerjasama Bank DBS dan Bukalapak di Jakarta, Selasa (3/11).
Penulis: Desy Setyowati
2/5/2016, 19.59 WIB

Industri manufaktur mikro dan kecil mampu tumbuh lebih stabil dari perusahaan atau industri skala besar dan sedang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), hal ini karena permintaan dari pasar dalam negeri membaik dibanding pergerakan global. 

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo mengatakan terkendalinya harga barang dan jasa di dalam negeri membuat keyakinan konsumen meningkat. Sedangkan pangsa pasar manufaktur besar dan sedang, yang mayoritas untuk tingkat internasional, butuh waktu lebih lama melakukan penyesuaian.

Industri manufaktur besar diprediksi tengah mencari peluang untuk meningkatkan produksinya. Misalnya, industri kendaraan bermotor yang kinerjanya terburuk pada tahun lalu, menunggu pembangunan jalan tol atau jalan baru untuk mendongkrak permintaan. (Baca juga: Syarat Modal UMKM Diperlonggar, Peringkat Kemudahaan Usaha Naik).

“Saat ini terjadi rebound, di mana domestic demand naik karena harga-harga terkendali. Industri mikro kecil mampu dengan cepat beradaptasi. Sedangkan industri besar dan sedang yang ekspose pasarnya global, butuh waktu lebih lama untuk melakukan adjustment,” kata Sasmito kepada Katadata, Senin, 02 Mei 2016.

Pada kuartal pertama 2016, industri manufaktur mikro dan kecil tumbuh 5,91 persen. Persentasenya meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2015 sebesar 5,65 persen. Sedangkan pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang menurun hampir satu persen. Pada tiga bulan pertama tahun ini hanya tumbuh 4,08 persen, lebih rendah dari tahun lalu yang tumbuh 5,06 persen.

Industri manufaktur mikro dan kecil yang tumbuh tertinggi yakni komputer, barang elektronika, dan optik naik 24,3 persen dengan kontribusi 0,03 persen. Lalu mesin dan perlengkapan yang tidak termasuk dalam lainnya (ytdl) meningkat 24,2 persen. Adapun industri percetakan dan reproduksi media rekaman tumbuh 23,3 persen yang berkontribusi 3,06 persen. Lalu, diikuti pertumbuhan industri farmasi, obat, dan obat tradisional 16,3 persen.

Sementara itu, industri makanan yang tumbuh hanya 6,16 persen, ternyata menyumbang 28 persen. Adapun industri pakaian membesar jadi 5,79 persen dengan share 16,5 persen. (Baca: Bisnis dan Industri Kecil Dapat Diskon Tarif Listrik).

Dari sisi geografis, wilayah yang menikmati pertumbuhan industri terutama dirasakan oleh Kalimantan Utara sebesar 35,1 persen dan Maluku 27,7 persen. Adapun Maluku Utara, Sumatera Utara, dan Sulawesi Barat masing-masing juga tumbuh 23,8; 16,4; dan 14,9 persen. Sementara itu, Gorontalo dan Bengkulu naik 13,3 dan 13,1 persen.

Sedangkan untuk manufaktur besar dan sedang, jenis industri yang naik tertinggi yakni farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional sebesar 10,5 persen. Lalu industri barang galian bukan logam dan logam dasar tumbuh 8,6 persen dan 7,6 persen. Kemudian industri kayu, barang dari kayu dan gabus, dan anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya tumbuh 7,22 persen. Juga makanan yang meski tumbuh 4,54 persen, kontribusinya mencapai 26,9 persen.

Wilayah yang menikmati ini, adalah Sumatera Utara yang industrinya tumbuh 14,11 persen. Riau, DKI Jakarta, dan Sumatera Barat masing-masing 13,66 persen, 12,83 persen, dan 9,77 persen. Kemudian industri manufaktur besar dan sedang Jawa Barat, Papua, dan Kepulauan Riau tumbuh 9,5 persen, 9 persen, dan 8,7 persen.

Angka-angka yang disampaikan BPS tersebut seperti ramalan Bank Indonesia. Tahun lalu, Gubenur BI Agus Martowardojo mengatakan jika Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berkembang baik bisa berkontribusi sebesar satu sampai dua persen terhadap pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah memang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Untuk itu pemerintah terus mengembangkang kelompok usaha ini. Misalnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong bunga pembiayaan UMKM dipangkas. (Baca: Kalla Dorong Bunga UKM Lebih Kecil dari Pengusaha Kakap).

Agar rencana tersebut cepat terlaksana, pertengahan Maret lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla meresmikan sistem keuangan baru OJK Proxy. Sistem yang dibentuk bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini untuk mempermudah pendanaan bagi usaha kecil-menengah, misalnya dengan mendorong yang menengah menjadi lebih besar dan membantu yang kecil untuk berkembang.

Menurut Kalla, selam ini terjadi ketimpangan dalam pembiayaan antarpengusaha akibat sistem keuangan yang terbalik. Dalam pemberian kredit, pengusaha kakap mendapat bunga rendah, sebaliknya pengusaha menengah ke bawah justru memperoleh bunga tinggi. Dengan OJK Proxy diharapkan keadaan tersebut berubah. (Baca: Tekan Suku Bunga, Bank BUMN Lakukan Efisiensi).