Terbuka untuk Asing, Pemerintah Godok Pajak E-Commerce Kakap

KATADATA|Arief Kamaludin
KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis: Yura Syahrul
15/1/2016, 12.54 WIB

KATADATA - Pemerintah tengah berupaya merampungkan revisi aturan mengenai daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka bagi investor asing alias Daftar Negatif Investasi (DNI) di sektor perdagangan secara online (e-commerce). Rencananya, pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya kepemilikan asing pada e-commerce kakap namun bakal dipungut pajak.   

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan, pemerintah tengah membahas 31 usulan inisiatif terkait penyusunan peta jalan (roadmap) usaha e-commerce di Indonesia. Dari sisi investasi berupa bidang usaha e-commerce terbuka untuk investor atau pemodal asing.

“Kalau dulu tertutup, nanti akan terbuka. Ini sejalan dengan memacu investasi langsung asing (foreign direct investment) ke Indonesia,” katanya seusai rapat koordinasi (rakor) tentang revisi DNI di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis malam (14/1) Rapat itu juga dihadiri Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf.

(Baca: Pemerintah Targetkan Pembahasan DNI Selesai Dua Pekan Lagi)

Meski begitu, investor asing hanya boleh masuk ke e-commerce bermodal besar saja. Sementara e-commerce kecil yang segmennya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan modalnya di bawah Rp 10 miliar, tetap tertutup bagi investor asing. “UKM yang Rp 10 miliar harus tertutup, diproteksi. Tapi yang di atas, yang besar, apalagi yang tiriliunan rupiah (modalnya) akan 100 persen (terbuka bagi asing). Yang besar marketplace kami harapkan 100 persen (terbuka),” kata Rudiantara.

Namun, pemerintah masih mematangkan rencana membuka e-commerce untuk investor asing karena terkait dengan banyak kepentingan. Antara lain dari sisi sistem pembayaran e-commerce, berupa keinginan Bank Indonesia (BI) mengintegrasikan sistem pembayarannya di Indonesia. Sebab, selama ini transaksi ke luar negeri oleh e-commerce asing tidak masuk dalam sistem perbankan Indonesia.

Selain itu, terkait dengan perpajakan. Rudiantara menyatakan, ada aturan yang bisa dipakai, yaitu pajak penghasilan (PPh) final sebesar 1 persen dan pajak UMKM e-commerce yang sudah berlaku saat ini.

(Baca: Dirilis Pekan Depan, Paket Ekonomi IX Berisi Aturan Baru DNI)

Bambang Brodjonegoro juga menyatakan, transaksi lintas batas negara dalam e-commerce sudah merupakan isu nasional. "Itu jadi perhatian kita bersama," imbuhnya. Seperti, pengenaan pajak jika suatu barang dagangan e-commerce itu dibeli di Indonesia atau diimpor dari luar negeri.

Adapun besaran pengenaan pajak bagi pelaku usaha e-commerce, baik di dalam negeri maupun dari luar negeri, haruslah adil. Namun, dia masih menghitung potensi nilai penerimaan pajak dari bidang usaha e-commerce tersebut. "Kami menyusun (pajak) e-commerce asing yang besar," katanya.

Triawan Munaf juga menyebut adanya pungutan pajak bagi e-commerce kakap kepunyaan asing sehingga menciptakan kesetaraan perlakuan dengan pelaku usaha sejenis di dalam negeri. Yang dalam negeri kan bayar pajak, yang luar negeri gak bayar pajak, nah itu tidak adil. Jadi perlu ada aturannya,” katanya.

(Baca: Indonesia, Pasar E-Commerce Terbesar di ASEAN dengan Banyak Kendala)

Menurut dia, Menteri Keuangan ingin segera menerapkan aturan tersebut karena potensi penerimaan pajak dari e-commerce sangat besar. Opsi yang dipertimbangkan adalah meminta e-commerce asing yang beroperasi di Indonesia untuk membentuk badan usaha tetap (BUT) di dalam negeri sehingga bisa membayar pajak. Triawan optimistis aturan tersebut dapat diterapkan tahun ini.

Rudiantara menambahkan, revisi aturan DNI bidang usaha e-commerce ini maish perlu dimatangkan di level kementerian untuk kemudian dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo. Ia berharap, aturan baru tersebut bisa lebih mendorong perkembangan e-commerce di Indonesia dan mendatangkan penerimaan bagi negara. “Kembangkan regulasi jangan ketat. Ikan juga dikencangkan (akan) mati, terlalu lunak juga kabur nanti,” katanya sembari bertamsil.

Reporter: Desy Setyowati