KATADATA ? Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan ada 50.000 pekerja industri tekstil yang terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) tahun ini. Ini akan terjadi dalam tiga bulan ke depan, jika tarif listrik tetap naik.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, hingga saat ini tercatat sudah ada 18 perusahaan yang menyatakan siap menutup pabriknya. Perusahaan tersebut mengaku tidak mampu lagi mengoperasikan pabriknya, karena biaya produksi yang naik akibat kenaikan tarif listrik.
Ada sekitar 30.000 orang tenaga kerja yang akan terdampak apabila 18 pabrik tekstil tersebut menutup operasinya. Belum lagi perusahaan lain yang mungkin akan melakukan hal yang sama.
?Kalau seperti ini terus hingga bulan Agustus, lay off bisa mencapai 50.000 orang,? kata Ade saat ditemui di Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Rabu (6/5).
Dia menyebut, kenaikan listrik yang terjadi bertahap sepanjang tahun lalu telah berimbas pada daya saing industri tekstil saat ini. Dalam catatannya sepanjang Januari hingga Maret 2015, terdapat 1,6 juta kapasitas mesin pemintalan benang yang berhenti berproduksi. Banyak industri pemintalan benang menaikkan harga sehingga kalah bersaing.
Di tengah melambatnya perekonomian dunia saat ini, seharusnya daya saing industri nasional ditingkatkan. Kinerja ekspor yang menyumbang 70 persen pendapatan industri tekstil nasional sepanjang kuartal I tahun ini tercatat menurun.
Ade menyebut hingga kuartal I tahun ini, ekspor tekstil baru mencapai US$ 2,3 miliar, lebih rendah dari pencapaian kuartal I tahun lalu yang sudah mencapai US$ 2,5 miliar. Pengusha tekstil pun menargetkan ekspor tekstil tahun ini tidak tumbuh, atau sama dengan tahun lalu, yakni US$ 12,6 miliar
Dia juga meminta agar tarif listrik ini tidak diperlakukan layaknya harga bahan bakar minyak (BBM) karena listrik merupakan hajat hidup orang banyak dan salah satu agen pembangunan. Apalagi biaya listrik mencapai 18 persen-26 persen dari total ongkos produksi industri tekstil. Listrik merupakan biaya terbesar kedua, setelah bahan baku.
?Hanya di Indonesia listrik itu digunakan untuk setoran negara bukan agen pembangunan,? kata Ade.
Seperti diketahui, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menetapkan kenaikan tarif listrik pelanggan non-subsidi pada bulan ini. Tarif listrik non-subsidi untuk lima golongan pelanggan ditetapkan sebesar Rp 1.514,81 per kilowatt jam (kWh). Tarif tersebut mengalami kenaikan Rp 48,92 per kWh atau 3,3 persen dibandingkan periode April 2015 sebesar Rp 1.465,89 per kWh.
Kenaikan tarif listrik industri bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan terminal regasifikasi Arun di Nangroe Aceh Darusallam pada 9 Maret lalu. Bahkan, saat itu Jokowi mengatakan ada kemungkinan tarif listrik industri akan turun.