Kewajiban L/C Untuk Menertibkan Eksportir

KATADATA
Penulis: Safrezi Fitra
20/2/2015, 18.57 WIB

KATADATA ? Kementerian Perdagangan beralasan kebijakan yang mewajibkan ekspor empat komoditas menggunakan letter of credit (L/C) melalui bank devisa nasional adalah untuk menertibkan para eksportir.

Seperti diketahui, bulan lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4 Tahun 2015 mengenai ketentuan penggunaan L/C untuk ekspor empat komoditas. Empat komoditas tersebut, yakni mineral, batu bara, kelapa sawit, dan migas (minyak dan gas bumi).

Mulai 1 April 2015, perusahaan-perusahaan dari empat komoditas tersebut wajib menggunakan L/C melalui bank devisa dalam negeri. L/C merupakan janji membayar dari bank penerbit ke penerima, jika penerima menyerahkan kepada bank penerbit dokumen yang sesuai dengan persyaratan.

DirekturJenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengatakan kebijakan tersebut dikeluarkan salah satunya untuk menertibkan ekportir dalam hal administrasi pencatatan devisa. Pemerintah juga berharap para eksportir bisa tertib dalam menentukan harga, dengan mengacu pada harga internasional.

Dalam pelaksanaan aturan ini, ada persyaratan yang harus dipenuhi eksportir untuk dapat menggunakan L/C, terkait dengan pelestarian lingkungan. Ada juga beberapa persyaratan administratif lainnya.

 "Intinya agar mereka (eksportir) lebih tertib dalam berbagai aspek," kata Partogi saat dihubungi Katadata, Jumat (20/2).

(Baca: Pengusaha Migas Protes, Aturan L/C Terlalu Merepotkan)

Partogi juga tidak ambil pusing dengan adanya protes-protes beberapa kelompok atau asosiasi industri yang mengklaim akan dirugikan dengan aturan ini. Dia beralasan Kementerian Perdagangan  telah berkali-kali mengajak mereka untuk berdiskusi mengenai kewajiban L/C untuk eksportir komoditas tersebut.

Dia juga menyebut pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi tegas kepada ekportir yang tidak mematuhi aturan tersebut. Sanksinya eksportir tersebut bisa dilarang untuk melakukan ekspor, sampai kewajiban penggunaan L/C dapat dipenuhi.

"Kalau namanya peraturan pemerintah pasti ada sanksi (tegas). Paling mereka hanya tidak bisa ekspor," ujarnya enteng.

(Baca: Pengusaha Tambang Keberatan Ekspor Harus Wajib L/C)

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengaku pasrah jika aturan ini tetap diberlakukan oleh pemerintah. Dia memprediksi akan banyak eksportir yang merasa kerepotan dalam melakukan transfer pricing pada masa-masa awal kebijakan ini diberlakukan.

Fadhil juga berpendapat ongkos tambahan bagi para eksportir CPO sebesar US$ 5 per ton juga akan memberatkan. Makanya Gapki tetap meminta kementerian untuk memperlonggar aturan ini dengan membebaskan L/C bagi ekspor CPO kepada perusahaan yang memiliki induk perusahaan (holding) yang sama.

"Walaupun sudah pernah dibicarakan, Namun kami tetap meminta keringanan tersebut kepada Kemendag," ujarnya.

Pemerintahan sebelumnya telah menerbitkan aturan serupa melalui Permendag Nomor 1/M-DAG/PER/3/2009 tentang Ekspor Barang Yang Wajib Menggunakan L/C Melalui Bank Lokal. Aturan yang ditandatangani Menteri Perdagangan Mari Pangestu tersebut bahkan mencakup eksportir karet dan kopi. Peraturan tersebut kemudian direvisi, lantaran ada penolakan dari pengusaha batubara, mineral, dan sawit.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution