KATADATA ? Beberapa sektor industri manufaktur nasional mulai memangkas produksi, seiring dengan tidak kondusifnya iklim bisnis. Makanya, dunia usaha pesimistis target pertumbuhan industri yang dipatok pemerintah sebesar 6,4-6,8 persen tercapai.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terpaksa memangkas produksi, akibat kenaikkan tarif listrik dan depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, industri ini berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) 500.000 pegawai tahun ini.
Sementara itu, defisit bahan baku yang berkepanjangan membuat industri plastic atau petrokimia hilir mengurangi produksi. Industri ini mengandalkan bahan baku impor, karena pengadaannya memakan waktu yang lama. Keadaan ini diperparah oleh kenaikan harga bahan baku yang terkerek pelemahan rupiah.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan kenaikan biaya produksi membuat industri manufaktur menjadi tidak kompetitif. ?Saya kira target pertumbuhan industri manufaktur tidak bisa tercapai tahun ini. Beberapa perusahaan sudah mengurangi produksi dengan memangkas jumlah shift kerja, dari tiga menjadi dua,? ujar Sofjan seperti dikutip harian Investor Daily, Selasa (30/9).