Jokowi Diminta Kaji Kebijakan Hilirisasi Mineral

KATADATA
KATADATA
Penulis:
Editor: Arsip
29/8/2014, 15.21 WIB

KATADATA ? Pengusaha pertambangan meminta pemerintahan yang baru mengkaji kembali kebijakan hilirisasi. Persoalannya, kewajiban perusahaan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tidak dibarengi dengan penyediaan infrastruktur oleh pemerintah.

Poltak Sitanggang, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) mengatakan, hingga kini pemerintah tidak kunjung membangun jalan dan pembangkit listrik yang dekat dengan area pertambangan. Akibatnya, perusahaan tidak bersedia untuk membangun smelter.

Menurut dia, persoalan hilirisasi ini menjadi salah satu tantangan yang bakal dihadapi oleh administrasi Joko Widodo, yang akrab dipanggil Jokowi. Saat ini, meski diwajibkan, hanya sedikit perusahaan yang mau membangun smelter. Adapun pembangunan yang dilakukan hanya dalam skala pilot.

?Persoalan infrastruktur, khususnya energi, pemerintah bilang menyanggupi. Tapi pada kenyataanya (nggak),? kata Poltak dalam forum diskusi yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di jakarta, Jumat (29/8).

Bob Kamandanu, Wakil ketua Umum Kadin bidang Mineral dan Batubara, mengharapkan hal yang sama. Selain ketiadaan infrastruktur, proses perizinan untuk membangun smelter pun terlalu banyak dan rumit.

Hal ini, menurut dia, disebabkan tidak adanya sinkronisasi antar-lembaga pemerintah. Alhasil apa yang dibutuhkan pengusaha tidak menyambung dengan keinginan pemerintah.

Edi Prasodjo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menuturkan saat ini sudah ada 25 perusahaan yang membangun smelter.

Beberapa di antaranya adalah Indonesian Chemical Alumina, Panja Multi Minerlindo, Bintang Tambang Mineral, dan Bintang Tambang Energi.

Dia optimistis, hingga akhir tahun ini pemerintah akan bisa menyelesaikan renegosiasi Kontrak Karya (KK) maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), termasuk memenuhi kesepakatan membangun smelter.

Reporter: Desy Setyowati