Industri tekstil dalam negeri menghadapi tekanan kian besar. Sebanyak 80% pekerja industri telah dirumahkan akibat minimnya penjualan dan turunnya utilitas produksi seiring wabah Covid-19.
Kondisi ini dirasa sangat mengkhawatirkan, terlebih banyak pengusaha yang menutup bisnisnya.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan sejak minggu lalu, setidaknya ada pengurangan sebanyak 2,1 juta orang tenaga kerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Utilitas produksi tekstil menyusut hingga 90%, sedangkankan volume produksi anjlok hingga 85%.
(Baca: Efek Corona, 1,5 Juta Pekerja Tekstil Terancam PHK)
"Rata-rata pengusaha tekstil akan kehabisan kas pada bulan Juni karena pembayaran dari ekspor dan dalam negeri tidak mengalir. Begitu juga pembayaran dari departement store yang mundur sejak Maret dan hingga saat ini belum juga dibayar," kata Jemmy dalam diskusi daring bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (27/4).
Asosiasi telah meminta pemerintah memberikan stimulus, seperti dengan keringanan pembayaran listrik dan gas agar industri bisa kembali berproduksi. Selain itu, API juga meminta agar ada penangguhan pajak penjualan serta penundaan cicilan selama enam bulan ke depan.
"Relaksasi cicilan nyatanya hingga kini belum diberikan kepada anggota. Karena perbankan juga memiliki masalah pembayaran," kata Jemmy.
Ketua API Provinsi Jawa Barat Chandra Setiawan meminta pemerintah segera memproteksi produk garmen dalam negeri. Sebab, dari peraturan yang ada selama ini lebih banyak berpihak untuk produk impor.
(Baca: Imbas Covid-19, Pertumbuhan Industri Diramal Terpangkas Jadi 2,5%)
Terlebih industri tekstil Tiongkok mulai bangkit akibat setelah mati suri terimbas pandemi corona, membuat produk-produk impor membanjiri Tanah Air. "Untuk importasi banyak fasilitas. Tapi untuk penggunaan produk dalam negeri belum ada," kata dia.
Sejak produksi Tiongkok terganggu akibat Covid-19, asosiasi telah menemukan 17 kontainer produk tekstil masuk dari Tiongkok.
Jumlah tersebut berpotensi bertambah dengan adanya penyelundupan ilegal, yang mana sebagian besar merupakan barang jadi. Sehingga industri dalam negeri mengalami kesulitan menjual barang.
Kondisi ini makin diperparah dengan lesunya permintaan produk-produk tekstil. Padahal, di saat seperti ini seharusnya industri mulai menangguk untung besar karena permintaan biasanya melonjak memasuki Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Akibat permintaan yang lesu, omzet industri ini diperkirakan anjlok hingga 50%.