Terpukul Corona, Pengusaha Tekstil Bakal Bayar THR dengan Cara Dicicil

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Pekerja menyelesaikan pembuatan celana panjang di kawasan PIK, Jakarta, Jumat (27/12/2019). Pengusaha tekstil berpotensi bayar THR karyawan dengan cara dicicil seiring dengan tertekannya bisnis sektor ini.
Editor: Ekarina
13/5/2020, 19.00 WIB

Pandemi corona menekan kinerja dan omzet penjualan sebagian besar pengusaha tekstil.  Pengusaha sektor ini pun memperkirakan hanya sanggup membayar tunjangan hari raya (THR) karyawannya dengan cara dicicil atau dibayarkan secara bertahap.

Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal Tanzil Rakhman mengatakan  industri tengah mengalami kesulitan produksi. Dampak Covid-19 yang diikuti pembatasan sosial berskala besar (PSBB) oleh pemerintah telah menyebabkan banyak pabrik tutup dan tidak bisa beroperasi. 

Di sisi lain, biaya produksi hingga kini masih berjalan. Oleh karena itu, pihaknya masih menunggu sejumlah keringanan yang dijanjikan pemerintah seperti terkait biaya listrik,  BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan serta keringanan kredit perbankan. Hal ini sangat diperlukan untuk melanjutkan kelangsungan bisnis di tengah krisis.

(Baca: Pemprov DKI Jakarta Minta Semua Perusahaan Bayar THR Sesuai Ketentuan)

"Kami menanggapi positif apa yang sudah dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja  sambil menunggu peraturan teknisnya.  Tapi intinya industri diberikan keleluasaan untuk pembayaran THR seperti apa berdasarkan kesepakatan dengan serikat pekerja," katanya kepada katadata.co.id, Rabu (13/5).

Skema pembayaran THR setiap pabrik menurutnya akan berbeda-beda, tergantung kemampuan dan kesepakatan dengan serikat pekerja. "Dicicil atau dibayar bertahap tinggal mengikuti kemampuan dan kesepakatan saja," ujar dia.

Menurut dia, meskipun THR dibayar dengan cara dicicil, asosiasi memastikan kewajiban tersebut akan dibayarkan seluruh pengusaha yang tergabung dalam API. Sebagian serikat pekerja tekstil juga menurutnya telah menyetujui skema pembayaran ini lantaran tidak memiliki pilihan lain di tengah kondisi sekarang.

(Baca: Gadjian Tawarkan Talangan THR untuk Perusahaan Terdampak Corona)

Kendati demikian, Rizal tak menyebutkan kapan THR akan mulai dibayarkan kepada seluruh karyawan. "Asoasiasi mewajibkan untuk hak dan kewajiban setiap karyawan diberikan sesuai dengan ketentuan yang ada," kata dia.

Sebelumnya, Kemenaker menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam SE tersebut, Menaker meminta para gubernur memastikan perusahaan agar membayar THR keagamaan kepada pekerja sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Jika perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan, solusi atas persoalan tersebut hendaknya diperoleh melalui dialog antara perusahaan dan pekerja.

"Proses dialog hendaknya dilakukan secara kekeluargaan, dilandasi dengan laporan keuangan internal perusahaan yang transparan, dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan," ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dalam SE yang diterbitkan Kamis (7/5).

Ia menyebut, dalam proses dialog bisa mencapai dua hal yang bisa menjadi solusi, yakni pembayaran THR secara bertahap dan penundaan pembayaran THR. Khusus untuk penundaan, dapat dilakukan jika perusahaan sama sekali tidak bisa membayar THR pada waktu yang ditentukan.

Penundaan ini juga bukan diambil berdasarkan keputusan sepihak, yakni dari perusahaan saja. Melainkan, waktu pembayarannya ditentukan bersama setelah melalui dialog antara perusahaan dan pekerja.

(Baca: Menaker Tegaskan THR Wajib Dibayar Sepekan Sebelum Lebaran)

Sementara itu, seluruh serikat buruh sebelumnya telah memastikan sikap untuk menolak pembayaran THR dengan cara dicicil dalam jangka waktu tertentu. Pasalnya, saat ini sebagian besar buruh telah dirumahkan dan tak memiliki penghasilan. 

Buruh juga menilai, rekomendasi penyelesaian sengketa pembayaran THR melalui pengadilan hubungan industrial (PHI) yang ditetapkan melalui Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) sebagai jebakan formal. Sebab, proses persidangan memakan waktu yang lama, sementara buruh sudah tidak memiliki penghasilan.

Kepala Departemen Hubungan Antar Lembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional Akbar Rewako menyebut, jika sampai THR tidak dibayarkan maka ini menjadi kali pertama tunjangan tahunan tersebut tidak diberikan. Ia menilai, negara seolah lepas tangan, dengan membiarkan perusahaan dan buruh melakukan negosiasi tanpa adanya peran aktif pemerintah. 

Hal ini akan sangat merugikan buruh, yang tengah dalam keadaan sulit, karena minimnya bantuan yang diberikan. "Dengan adanya SE Menaker jadinya debat lagi soal sanksi hukumnya, karena bisa saja aturan itu menghilangkan sanksi hukum terhadap pengusaha. Sebab, THR jadi tidak wajib dibayar tepat waktu, ini lagi-lagi negara melepas tanggung jawab," kata Akbar kepada katadata.co.id, Jumat (8/5).

Reporter: Tri Kurnia Yunianto