Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bakal menjajaki sejumlah peluang ekspor ke Australia seiring dengan berlakunya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA). Pasar ekspor tekstil terbesar saat ini ke Australia antara lain berupa pakaian jadi.
"Selama ini yang dominan ekspor pakaian jadi. Tapi sedang analisa potensi produk lainnya," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Rakhman saat dihubungi Katadata, Senin (6/7).
Menurutnya, ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) belum terlalu besar ke Negeri Kangguru. Sebaliknya, Indonesia justru kerap mengimpor dari Australia. Oleh sebab itu, dia pun menginginkan kinerja ekspor produk TPT Indonesia membaik dengan adanya perjanjian kerja sama ini.
(Baca: Perdagangan Bebas Indonesia-Australia Berlaku, Siapa yang Untung?)
Berdasarkan data BPS yang diolah API, total ekspor TPT ke Australia pada 2019 mencapai US$ 227,2 juta. Sementara, ekspor tekstil mencapai US$ 33,93 juta dan ekspor garmen US$ 193,92 juta.
Sebaliknya, impor TPT dari Australia pada 2019 mencapai US$ 83,66 juta, impor tekstil US$ 83,17 juta, dan garmen US$ 487 ribu. Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia-Australia untuk TPT tercatat surplus US$ 143,6 juta.
Sementara itu, neraca perdagangan tekstil pada 2019 masih defisit US$ 49,23 juta, serta neraca garmen surplus US$ 192,83 juta.
Sebagaimana diketahui, IA-CEPA akan memberikan manfaat bagi eksportir Indonesia melalui penghapusan seluruh tarif bea masuk. Produk ekspor Indonesia yang berpotensi meningkat ekspornya antara lain adalah otomotif, kayu dan turunannya termasuk kayu dan furnitur, perikanan, tekstil dan produk tekstil, sepatu, alat komunikasi dan peralatan elektronik.
(Baca: IA-CEPA Berlaku, Industri Otomotif Ajukan Izin Ekspor ke Australia)
Begitu juga sebaliknya, produk Australia dapat masuk ke pasar Indonesia dengan bebas. Karena sifat perdagangan Indonesia dan Australia yang komplementer, industri nasional bisa mendapatkan manfaat berupa pasokan sumber bahan baku dengan harga lebih kompetitif dengan tarif bea masuk 0%.
Total perdagangan barang Indonesia-Australia pada 2019 mencapai US$ 7,8 miliar. Ekspor Indonesia tercatat senilai US$ 2,3 miliar dan impor sebesar US$ 5,5 miliar, sehingga Indonesia mengalami defisit sebesar US$ 3,2 miliar.
Namun demikian, dari sepuluh besar komoditas impor Indonesia dari Australia mayoritas merupakan bahan baku dan penolong industri, seperti gandum, batubara, bijih besi, alumunium, seng, gula mentah, serta susu dan krim.