Asosiasi Persepatuan Indonesia atau Aprisindo mencatat kenaikan ekspor sebesar 15% pada kuartal I tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu, meski ada pendemi corona. Industri ini masih bisa mencatat ekspor karena terbantu kontrak ekspor yang sebelumnya diteken.
Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri mengatakan, ekspor produk alas kaki tersebut dominasi oleh pesanan dari merek-merek ternama seperti Nike dan Adidas.
"Beberapa buyer masih ada yang memiliki keuangan kuat. Jadi ketika terjadi pandemi di Eropa dan Amerika Serikat (AS) mereka masih komitmen menyelesaikan ordernya jadi tidak langsung dibatalkan tapi tetep komitmennya dipenuhi," kata Firman kepada katadata.co.id, Selasa (7/7).
(Baca: 7 Sektor Usaha Lesu, Kadin: 6,4 Juta Tenaga Kerja Terdampak Covid-19)
Menurutnya, pasar Eropa dan AS merupakan salah satu pangsa pasar terbesar industri alas kaki. Pasar tersebut berkontribusi 80% terhadap ekspor.
Sepanjang tahun lalu, nilai ekspor sepatu di pasar AS dan Eropa mencapai US$ 4,4 miliar atau setara Rp 60 triliun.
Namun, seiring adanya pandemi virus corona,nilai tersebut kemungkinan tersebut tidak akan tercapai di tahun ini lantaran penjualan yang terganggu.
"Industri alas kaki sebenarnya ditargetkan tumbuh tahun ini.. Tapi dengan adanya Covid-19, dampaknya ekspor mulai terasa sejak bulan Mei sedangkan untuk pasar lokal sejak akhir Maret sudah banyak yang tutup karena pembeli banyak membatalkan pesanan," kata dia.
Lebih lanjut, Firman menjelaskan secara keseluruhan pertumbuhan industri alas kaki akan terkoreksi pada tahun ini. Padahal, sebelumnya dia memperkirakan industri alas kaki mampu tumbuh 13%.
"Kami belum bisa menghitung berapa koreksi target karena Covid-19 belum selesai dan new normal juga baru dibuka semua sehingga belum bisa menghitung seberapa besar pertumbuhannya," kata dia.
Pertumbuhan Industri Terkontraksi
Pandemi corona menyebabkan industri manufaktur menghadapi pukulan berat. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, pertumbuhan industri berpotensi terpangkas menjadi 2,5% tahun ini, dibanding target pertumbuhan sebelumnya sebesar 5,3%.
Agus mengatakan, industri manufaktur mulai mengalami tekanan pada Maret seiring dengan meluasnya kasus Covid-19 di Tanah Air. Akibatnya, banyak industri tak mampu berproduksi secara maksimal, terlebih dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
(Baca: Imbas PSBB, Produksi Manufaktur Turun Tajam Sepanjang Sejarah)
Penurunan aktifitas industri juga tercermin dari turunnya Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI). Secara keseluruhan, PMI berada dalam fase kontraksi yakni sebesar 45,64% pada kuartal I 2020, turun dari 51,50% pada kuartal sebelumnya atau 52,65% pada kuartal I 2019.
"Dengan pertumbuhan ekonomi yang juga diperkirakan turun menjadi 2,4%, maka pertumbuhan industri kemungkinan nanti akan sekitar 2,5%-2,6%," kata Agus dalam video konferensi di Jakarta, Selasa (21/4).
Sementara berdasarkan skema terburuk, jika ekonomi ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 0,5% sebagaimana prediksi dana moneter internasional (IMF), maka pertumbuhan industri juga diramal akan berada di kisaran 0,7-0,8%.