PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki strategi jangka panjang untuk layanan penerbangan umrah. Meskipun, ibadah ke tanah suci masih dilarang karena penyebaran Covid-19.
BUMN itu rencananya membuka layanan penerbangan langsung ke tanah suci dari kota-kota di luar Jakarta. "Kami sedang diskusi dan mudah-mudahan, begitu umrah bisa dibuka, kami bisa melaksanakan penerbangan langsung tanpa mampir di (bandara) Jakarta," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam rapat dengan Komisi VI di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (14/7).
Rencana tersebut merupakan salah satu langkah optimalisasi pendapatan Garuda dari bisnis penerbangan umrah. Hal itu juga sejalan dengan masukan dari banyak agensi wisata dan penumpang Garuda yang berasal dari luar Jakarta.
Irfan menyebut beberapa rute yang berpeluang terbang langsung ke tanah suci, yakni Palembang, Surabaya, Ujung Pandang, dan Padang. Namun, Irfan tidak menutup kemungkinan membuka layanan penerbangan langsung ke Arab Saudi dari kota-kota lain di Tanah Air.
"Kami juga diskusi dengan Kementerian Agama untuk possibility untuk fokus direct flight ke Arab daripada mampir ke tempat-tempat lain," kata Irfan.
(Baca: Kehilangan Empat Momentum Peak Season, Pendapatan Garuda Anjlok 90%)
Selain itu, Garuda bakal menerapkan strategi jangka panjang berupa hard block. Dengan strategi tersebut, pesawat Garuda akan terbang ke satu kota dengan status sudah di-block oleh pihak ketiga dan semua isinya ditentukan oleh pihak ketiga.
Melalui strategi itu, manajemen Garuda berharap pihak ketiga dapat memastikan penumpang dari luar negeri datang ke Indonesia. "Diharapkan Garuda fokus mendatangkan penumpang wisatawan daripada membawa penumpang Indonesia ke luar negeri," kata Irfan.
Di sisi lain, Garuda juga menerapkan strategi jangka pendek, terutama untuk menjaga arus kas perusahaan. Hingga 1 Juli 2020, arus kas perusahaan hanya tersisa US$ 14,5 juta atau sekitar Rp 211,21 miliar.
Salah satu strateginya yaitu menawarkan pensiun dini kepada pegawai Garuda. Irgan mengatakan, pensiun dini diperbolehkan bagi pegawai yang berusia di atas 45 tahun. Hingga saat ini, ada 400 pegawai yang ikut dalam program tersebut.
Maskapai penerbangan milik pemerintah itu juga melaksanakan rasionalisasi terhadap 800 pegawai dengan kontrak perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Irfan mengklaim pegawai tersebut menerima rasionalisasi dalam status unpaid leave.
Tidak hanya itu, manajemen Garuda juga mempercepat kontrak 135 pilotnya yang berstatus PKWT. Meski begitu, Irfan mengaku bahwa percepatan kontrak tersebut diiringi oleh pemberian hak-hak pilot tersebut.
(Baca: Garuda Kaji Naikkan Harga Tiket Pesawat Demi Tutupi Operasional)
Garuda juga efisiensi dengan memotong gaji take home pay secara signifikan kepada jajaran komisaris dan direksi sejak April 2020 dengan rentang 10% sampai 50%. Porsi pemotongan gaji tersebut tergantung dari posisi jabatan. Semakin tinggi jabatan, maka semakin besar pula pemotongannya.
Perusahaan juga mengurangi biaya operasional direksi dan manajemen tingkat tinggi. Salah satunya penghapusan biaya entertainment yang ada di jajaran manajemen. Hingga akhir tahun, perusahaan menargetkan ada penghematan hingga US$ 67 juta.
Selain itu, Garuda berinisiatif mengelola gap antara pendapatan dan biaya operasional. Pasalnya, pendapatan Garuda turun hampir 90%, sedangkan biaya operasional hanya turun 60%.
Inisiatif yang dilaksanakan Garuda untuk jangka pendek diantaranya optimalisasi pendapatan non-penumpang. Caranya dengan meningkatkan pendapatan kargo berupa alat medis dan obat-obatan, serta menjalankan bisnis charter pesawat.
Irfan mengaku ada 10 penerbangan dalam negeri per hari yang khusus untuk mengangkut kargo. Adapun, saat ini Garuda bisa mengangkut barang di kursi penumpang, sepanjang beratnya tidak lebih 70 kg, karena tidak memiliki pesawat khusus kargo.
Inisiatif lain yang dijalankan perusahaan yaitu restrukturisasi lessor pesawat. "Dalam beberapa bulan terakhir ini, kami negosiasi untuk menurunkan harga sewa pesawat," kata Irfan.