Realisasi Investasi Pabrik Biodiesel Terhambat Pandemi Corona

KATADATA/Arief Kamaludin
Ilustrasi biodiesel. Invetasi pembangunan pabrik biodiesel terhambat pandemi corona.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
13/8/2020, 06.00 WIB

Kemudian, perlu ada pengurangan rentang harga solar dan harga biodiesel untuk meningkatkan permintaan serta dukungan anggaran pemerintah.

Indonesia merupakan salah satu produsen biodiesel terbesar dunia. Produksi minyak sawit yang berlimpah mendukung produksi bahan bakar diesel yang dicampur dengan minyak nabati (minyak sawit).

Mandatori pemakaian bahan bakar diesel dengan kandungan minyak sawit sebesar 20% (B20) telah mendongkrak permintaan biodiesel di Tanah Air.

Kendati memiliki potensi penyerapan yang besar di dalam negeri, ekspor biodiesel kerap menghadapi kendala dan hambatan dagang. 

Salah satu negara yang gencar menjegal produk tersebut yakni Uni Eropa. 
Produk biodiesel Indonesia terkena bea masuk anti-subsidi atu countervailing duties (CVD) oleh Benua Biru sejak Agustus 2019.

Alhasil, ekspor biodiesel Indonesia ke Benua Biru menurun drastis sejak terkena hambatan dagang tersebut. "Ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun drastis 99,99%," kata Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga dalam diskusi sawit, Senin (15/6).

Kemendag mencatat, ekspor biodiesel ke Uni Eropa pada periode Januari-Maret 2019 mencapai 155,1 ribu ton. Sedangkan sepanjang triwulan I 2020, Indonesia sama sekali tak mengekspor biodiesel ke Benua Biru akibat pengenaan CVD tersebut.

Sepanjang tahun lalu, total ekspor biodiesel ke Uni Eropa mencapai 501,9 ribu ton. Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan total ekpsor biodiesel ke Uni Eropa pada 2018 sebesar 807,4 ribu ton.

Sebagaimana diketahui, biodiesel Indonesia ke Uni Eropa terkena bea masuk anti-subsidi sebesar 8-18%. Pemerintah pun telah menempuh berbagai cara untuk mengembalikan ekspor, baik melalui forum dengar pendapat hingga menyampaikan submisi dengan Uni Eropa.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika