Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan pada Juli surplus sebesar US 3,26 miliar. Angka itu melonjak dibandingkan bulan sebelumnya US$ 1,27 miliar.

Kenaikan surplus neraca perdagangan seiring ekspor yang menanjak dan impor yang turun dibandingkan bulan sebelumnya. Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan pelonggaran pembatasan sosial kembali mendorong permintaan.

Ekspor meningkat 14.33% pada Juli dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 13,73 miliar. Meski, angka itu turun 9,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Di sisi lain, impor turun 2,73%  dibandingkan Juni menjadi US$ 10,47 miliar. Angka itu juga anjlok 32,55% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Kalau kami gabungkan, maka neraca perdagangan Juli ini surplus US$ 3,26 miliar, jauh lebih besar dari surplus Juni 2020 dan juga Juli 2019 yang defisit US$ 0,28 miliar," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (18/8). 

Suhariyanto menjelaskan, tiga provinsi yang memberikan sumbangan terbesar terhadap ekspor nasional pada periode Januari–Juli tahun 2020 adalah Jawa Barat US$ 14,65 miliar (16,26%), Jawa Timur US$ 11,54 miliar (12,81%), dan Kalimantan Timur US$ 7,79 miliar (8,65%).

“Ketiganya memberikan kontribusi hingga mencapai 37,72 persen dari seluruh ekspor nasional,” kata Suhariyanto.

Sedangkan, provinsi Riau menyumbang ekspor US$ 7,20 miliar, Kepulauan Riau US$ 6,25 miliar, Banten US$ 6,08 miliar dan DKI Jakarta US$ 5,24 miliar.

Kenaikan ekspor pada bulan lalu terutama didorong oleh ekspor migas sebesar 23,77%, sedangkan ekspor nonmigas naik 13,86%. Untuk sektor nonmigas, kenaikan terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali pertambangan yang turun 7,83%. 

BACA JUGA

Ekspor sektor pertanian bulan ini tumbuh 24,1% didorong oleh komoditas obat aromatik dan rempah, sarang burung, kopi, sayuran dan biji kakao. Ekspor sektor industri pengolahan juga tumbuh 16,95% dibandingkan bulan sebelumnya tetapi masih turun 1,91% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penyebabnya, penurunan tajam ekspor kendaraan roda empat dan tekstil pakaian jadi. 

"Berdasarkan HS 2 digit, ekspor yang meningkat paling besar logam mulia perhiasan dan permata. Kenaikan ekspor emas sangat tinggi, apalagi dibandingkan periode yang sama tahun lalu," katanya. 

Adapun secara kumulatif, total ekspor mencapai US$ 96,09 miliar atau masih menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 98,24 miliar. Bagaimanapun, kenaikan ekspor masih terjadi untuk tujuan Amerika Serikat, Tiongkok, dan Malaysia.

BACA JUGA

Sementara penurunan impor terutama disebabkan oleh impor nonmigas yang mencapai 5,73%, sedangkan impor migas naik 41,53% akibat kenaikan harga minyak mentah. Penurunan impor terutama terjadi pada barang konsumsi yang mencapai 21,01%.

"Penurunan impor barang konsumsi terutama karena impor bawang putih sudah cukup tinggi sebelumnya. Kemudian  impor obat-obatan dari Inggris dan buah pear dari Tiongkok juga turun," ujar Suhariyanto. 

Impor bahan baku penolong turun 2,5% dibanding bulan sebelumnya, dan anjlok 34,46% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan barang modal naik 10,82% dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi masih lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan struktur impor nonmigas, bahan baku/penolong mengambil porsi 70,58%, barang modal 18,79%, dan konsumsi 10,63%. Secara kumulatif atau Januari-Juli 2020, total impor mencapai US$ 90,12 miliar, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 81,37 miliar. 

Adapun neraca perdagangan secara kumulatif Januari-Juli 2020 mencatatkan surplus sebesar US$ 8,75 miliar, jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahu lalu defisit US$ 2,15 miliar.

Reporter: Agatha Olivia Victoria