Presiden Joko Widodo kembali menyoroti ketergantungan terhadap impor garam. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Jokowi masih mengizinkan impor garam secara langsung oleh industri dengan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
"Presiden setuju bahwa industri-industri untuk makanan dan industri yang butuh garam industri, mereka mengimpor langsung dengan rekomendasi Kemenperin" kata Luhut usai menghadiri rapat terbatas dengan Jokowi secara virtual, Senin (5/10).
Luhut pun mengatakan, industri yang membocorkan pasokan garam impor ke pasar akan dicabut izin impornya. Sanksi akan diberikan oleh Kementerian Perindustrian.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, Kementerian Perindustrian akan melakukan verifikasi kebutuhan impor garam atau gula terhadap kebutuhan industri. Menurutnya, proses verifikasi akan dilakukan secara ketat.
Selain itu, Kemenperin akan menggandeng pihak ketiga, yaitu PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi impor. "Sehingga hasil verifikasi kami harap menjadi objektif," ujar dia.
Ia juga memastikan, bahan baku yang diimpor oleh industri tidak merembes pasar. Sanksi yang tegas akan diberikan bagi importir yang menjual garam atau gula impor tersebut ke pasar.
Agus mengatakan, kebutuhan garam untuk inddustri terus meningkat. Menurutnya, kebutuhan garam nasional pada tahun ini lebih tinggi 6,8% dari tahun lalu.
Ia memprediksi, kebutuhan garam industri akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri pengguna garam. Agus menyebutkan, industri pengguna garam terbesar ialah Chlor Alkali Plant (CAP), seperti untuk pengolahan kaca PT Asahimas, bahan kimia PT Sulfindo Adiusaha, hingga pemutih kertas PT Riau Andalan Pulp and Paper.
Pada 2019, total impor garam untuk industri mencapai US$ 108 juta. Dengan impor tersebut, para industri penghasil garam telah melakukan ekspor produknya sebesar US$ 37,7 miliar selama 2019.
"Jadi bisa kita bayangkan betapa nilai tambah yang diberikan oleh hilirisasi dari penyerapan garam industri," kata Agus.
Selain itu, pemerintah juga mengembangkan teknologi integrasi produksi garam industri dengan air buangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal ini untuk mengurangi ketergatungan industri terhadap garam impor.
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bambang Brodjonegoro menyebutkan, setiap pabrik garam industri terintegrasi membutuhkan investasi sebesar Rp 40 miliar.
"Nilai investasinya mahal, tapi kami melihat substitusi impornya besar dan bisa kurangi ketergantungan kita dengan garam industri," ujar dia.
Ia menyebutkan, pabrik pengolahan Natrium Chlorida (NaCl) akan terintegrasi dengan lahan milik petani garam. Nantinya, pabrik ini akan meningkatkan kadar NaCl garam petani menjadi 97%, sesuai kebutuhan industri.
Selama ini, industri membutuhkan garam dengan kadar Natrium Chlorida (NaCl) di atas 97 persen. Sementara, garam rakyat hanya memiliki kadar NaCl sebesar 88-90%, jauh dari kebutuhan industri.
Adapun, setiap unit pabrik dapat menghasilkan garam sebanyak 40 ribu ton per tahun. Bambang pun mengatakan, Jokowi telah meminta untuk menambah sebanyak satu hingga dua pabrik pada tahun depan.
Bambang memperhitungkan, bila unit tersebut ditambah hingga 14-15 unit, total garam yang dihasilkan dapat mencapai 600-700 ribu ton per tahun.
Sementara itu, total impor garam industri rata-rata mencapai 2,9 juta ton per tahun. Sebagian besar impor tersebut dilakukan oleh industri CAP, yakni mencapai 2,3 juta ton per tahun.
Oleh karena itu, pemerintah akan mengolah garam industri untuk pabrik kaca di Banten dengan kapasitas 100 ribu ton garam per tahun. Biila berhasil, pengolahan garam tersebut akan diperluas di beberapa PLTU yang air buangannya akan diubah menjadi garam untuk industri CAP.