Menilik Potensi Biodiesel & Energi Listrik Untuk Turunkan Emisi Karbon

KATADATA/Arief Kamaludin
Bahan Bakar Nabati atau biodiesel dengan campuran diatas 20% hingga 100% (B20-B100).
Penulis: Happy Fajrian
7/1/2021, 20.24 WIB

Lucky menjelaskan bahwa penting membicarakan dan membahas persoalan emisi dengan baik lantaran Indonesia merupakan bagian dari paru-paru dunia yang menentukan nasib perubahan iklim.

Dalam mendukung proses itu, Lucky menilai penting untuk pemerintah membuat target dan peta jalan (roadmap) yang jelas agar publik dan investor mengetahui tren dan prospek kendaraan energi terbarukan ke depannya.

Selain itu konsistensi untuk memanfaatkan energi terbarukan berkelanjutan juga dinilainya tidak kalah penting. Sebab, beberapa tahun lalu, lanjutnya, Indonesia sempat menggalakkan penggunaan bahan bakar gas. “Tapi saat ini programnya seperti hilang dan tidak ada lagi,” kata dia.

Sama halnya dengan mobil listrik. Menurut periset Institut Essential Services Reform, Julius Christian, kendaraan listrik memproduksi emisi yang lebih kecil dibandingkan kendaraan konvensional. Namun, hal tersebut tidak didukung data terkait emisi yang dihasilkan dari proses produksi mobil listrik.

Dia mencontohkan pada produksi baterai mobil listrik yang masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi. Padahal emisi yang dihasilkan batu bara relatif tinggi.

Selain baterai, dalam memproduksi mobil listrik membutuhkan material yang lebih banyak lantaran membutuhkan kekuatan lebih untuk menyokong baterai. Dia menyebutkan, jika emisi dari seluruh proses produksi kendaraan listrik diperhitungkan, maka emisinya lebih tinggi dibandingkan dengan proses yang berjalan saat ini.

“Jadi kalau misalnya kita hanya mengandalkan emisi pembangkitan yang seperti sekarang, tidak terlalu bermanfaat buat iklim. Bahkan, kalau kita meningkatkan pembangkit energi terbarukan sampai 23%, pengurangan emisinya masih sedikit,” ujarnya.

Berdasarkan data Koaksi, sektor industri juga memiliki kontrbusi yang cukup besar terhadap produksi gas rumah kaca, mencapai 31%. Salah satu yang menjadi sorotan yaitu industri pembuat kendaraan bermotor.

Meski demikian, Julius mengatakan bahwa jangan sampai hal-hal seperti ini mengurungkan niat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan.

“Sebab, efek pengurangan emisi harus ditakar dalam jangka panjang selama beberapa tahun ke depan. Persoalan emisi produksi kendaraan listrik dapat diubah melalui kebijakan,” ujarnya.

(Penyumbang bahan: Ivan Jonathan)

Halaman: