Seberapa Besar Efek Uang Muka 0% Mendongkrak Penjualan Properti

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan rumah bersubsidi di Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/2/2021). PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bekerja sama menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) subsidi dengan skema bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
19/2/2021, 21.35 WIB
  • Ekonom menyebut uang muka 0% tak akan berdampak signifikan terhadap penjualan properti.
  • Permintaan KPR diproyeksikan baru akan pulih jika pandemi berakhir.
  • Selain uang muka, komponen pajak juga mempengaruhi keputusan untuk membeli rumah.

Bank Indonesia (BI) melonggarkan ketentuan uang muka (down payment/DP) Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) menjadi nol persen. Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core) Piter Abdullah menilai, kebijakan tersebut akan berdampak positif pada peningkatan permintaan KPR, namun tidak signifikan.

"Pasti ada yang akan memanfaatkan untuk beli rumah dengan KPR. Tapi saya kira tidak akan sangat besar," kata Piter saat dihubungi Katadata, Jumat (19/2).

Menurutnya, kebutuhan rumah utamanya terjadi pada kelompok masyarakat menengah bawah. Namun, kelompok masyarakat tersebut umumnya mengalami penurunan pendapatan, bahkan kehilangan pekerjaan saat pandemi.

Guna mengoptimalkan permintaan KPR, Piter menilai tidak ada langkah lain selain menyelesaikan penyebaran virus corona. "Agar mereka yang kena PHK bisa bekerja lagi dan mengajukan KPR," ujar dia.

Sepanjang tahun lalu, begitu rendahnya permintaan akibat pandemi Covid-19, pertumbuhan indeks harga properti residensial pun melambat. Simak Databoks berikut: 

Angin Segar bagi Industri Properti

Sementara, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mengatakan, relaksasi tersebut memberikan angin segar bagi sektor properti. "Ini membuat industri properti bergairah sehingga terjadi peningkatan bersama-sama dengan sektor lainnya," ujar dia.

Ia pun turut mengapresiasi kebijakan BI yang juga sejalan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana diketahui, OJK merespons relaksasi DP KPR 0 persen dengan penurunan bobot risiko kredit (ATMR).

Kebijakan terkait bobot risiko ATMR kredit beragun rumah tinggal yang granular dan ringan tergantung pada rasio Loan to Value (LTV) yaitu, Uang Muka 0-30% (LTV≥70%) ATMR 35%, Uang Muka 30-50% (LTV 50-70%) ATMR 25%, dan Uang Muka ≥ 50% (LTV ≤ 50%) ATMR 20%. Dengan penurunan ATMR, kemampuan bank untuk menyalurkan kredit akan semakin meningkat lantaran modal yang dibutuhkan menjadi lebih rendah.

Totok menyebutkan, penyaluran KPR sepanjang 2020 menurun hingga 60%. Hal ini terjadi karena perbankan memperketat penyaluran KPR kepada kreditor. Oleh karenanya, kebijakan OJK tersebut diharapkan bisa mendukung minat perbankan untuk menyalurkan kredit.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika