Izin Investasi Berlaku Sejak 1931, Ada 109 Industri Miras di Indonesia

ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc.
Sejumlah petugas Bea Cukai dan Kejaksaan Tinggi Negeri Banten memusnahkan barang bukti minuman keras (miras) dan rokok impor ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP), Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/3/2021). Sebanyak 1.168.483 rokok dan 43.727 botol miras impor ilegal dimusnahkan dari hasil penindakan dari tahun 2020 sampai dengan 2021 dengan total kerugian negara mencapai Rp42,1 milyar.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
2/3/2021, 18.03 WIB

Presiden Joko Widodo telah mencabut aturan pembukaan investasi untuk industri minuman keras dan alkohol. Namun, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, izin investasi industri miras sebetulnya sudah ada sejak 1931.

Ia mengatakan, ketentuan izin investasi itu ada di Indonesia dari belum merdeka. Kemudian, aturan terus berlaku pada zaman orde lama, orde baru, era reformasi, hingga sebelum Undang-Undang (UU) Cipta Kerja berlaku.

Saat ini, sudah ada 109 industri minol di Indonesia. "Sudah ada izin yang keluar kurang lebih 109 izin untuk industri minol yang berada pada 13 provinsi," kata Bahlil di kantornya, Jakarta, Selasa (3/2).

Namun, Presiden Joko Widodo mencabut lampiran III nomor 31, 32, dan 33 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Adapun, Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.

Keputusan itu diambil setelah Presiden mendengarkan aspirasi dari tokoh agama, ulama, pendeta, pastor, tokoh agama Hindu, Budha, organisasi kepemudaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Selain itu, Jokowi juga mendengarkan dinamika aspirasi masyarakat.

Dengan pencabutan lampiran itu, izin untuk 109 industri minol yang sudah ada tidak dibatalkan. Hal ini diperbolehkan selama proses dan mekanisme industri tersebut sesuai dengan UU yang berlaku sebelumnya. "Industri yang lama jalan saja karena tidak ada urusan sama UU Cipta Kerja dan Perpres," ujar dia.

Meski aturan berubah-ubah, Bahlil menilai hal ini tidak akan berdampak pada penurunan kepercayaan dunia usaha. "Kepercayaan dunia usaha masih baik untuk Indonesia," ujar dia.

Bahlil pun memastikan, pemerintah telah berdiksuis dengan berbagai pihak saat menyusun Perpres 10/2021. Namun, ia memperkirakan komunikasi kemungkinan belum terlalu detail sehingga polemik pembukaan investasi minol terjadi di tengah masyarakat.

Berikut adalah Databoks impor minuman keras selama beberapa tahun terakhir: 

Terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mengatakan, Jokowi mendengarkan aspirasi dari masyarakat. Oleh karena itu, ia memutukan untuk mencabut lampiran investasi terkait industri minol.

Meski begitu, pemerintah akan bersikap selektif agar tidak mencabut setiap aturan yang mendapatkan protes dari berbagai pihak. "Ini salah satu saja (aturan yang dicabut). Memang dinamika terakhir mengisyaratkan bahwa lembaran yang mengatur investasi minol perlu dievalusasi," ujar dia.

Sebagaimana diketahui, lampiran III Perpres 10/2021 nomor 31, 32, dan 33 disebutkan bidang usaha yang dibuka untuk investasi ialah industri minuman keras mengandung alkohol, industri minuman mengandung alkohol anggur, dan industri minuman mengandung malt. 

Adapun, investasi pada ketiga bidang tersebut baru dapat dilakukan di Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua dengan memerhatikan budaya dan kearifan setempat. Penanaman modal di luar wilayah tersebut dapat ditetapkan oleh Kepala BKPM berdasarkan usulan gubernur.

Reporter: Rizky Alika