Kebutuhan Infrastruktur Rp 6.445 Triliun, Swasta Diminta Turun Tangan

ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/Lmo/foc.
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jalan Tol?Binjai-Pangkalan Brandan di Kota Binjai, Sumatera Utara, Jumat (22/10/2021). Progres pembangunan jalan tol Binjai-Pangkalan Brandan mencapai 41,41 persen sedangkan untuk pembebasan lahan baru mencapai 23,54 persen.
29/10/2021, 15.15 WIB

Pengusaha swasta diminta untuk terus mendorong penguatan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) sebagai sumber pendanaan program-program infrastruktur nasional.

Ketua Gabungan Tenaga Ahli Dan Terampil Konstruksi Indonesia (Gataki) Viby Indrayana mengatakan masih ada perbedaan atau gap pembiayaan infrastruktur nasional antara kebutuhan dan kemampuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dari total kebutuhan pendanaan infrastruktur tahun 2020 hingga 2024 yang sebesar Rp 6.445 triliun hanya mampu dipenuhi sebanyak 37% oleh APBN/APBD, dan 21% oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Bagaimana dengan 42%-nya? Inilah yang harus kita pikirkan, bahwa kita harus melibatkan pihak swasta seluas-luasnya. Karena untuk menyukseskan sebuah program negara itu tidak bisa single fighter,” kata Viby dalam sebuah webinar, Jumat (29/10).

 Adapun lima sasaran utama pembangunan infrastruktur Indonesia periode 2020 hingga 2024 yakni, pembangunan infrastruktur pelayanan dasar seperti pemukiman layak, transportasi, akses air minum dan lainnya.

Kemudian,infrastruktur ekonomi yang meliputi konektivitas tol laut, proyek kereta cepat, pengembangan industri jasa dan pariwisata, pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.

Selanjutnya, pembangunan infrastruktur perkotaan seperti transportasi perkotaan di enam kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Semarang dan Makassar).

Pembangunan lainnya yakni di sektor energi dan ketenagalistrikan seperti pembangunan jaringan gas kota dan pembangunan infrastruktur digital untuk mempercepat transformasi digital.

 Viby menyampaikan, guna mengoptimalisasi pemenuhan kebutuhan pendanaan infrastruktur nasional, diperlukan sinergi instrument pembiayaan infrastruktur konvensional atau pengembangan inovasi baru dalam pembiayaan infrastruktur konvensional.

“KPBU itu prinsipnya membagi risiko juga membagi keuntungan, membagi peluang juga membagi tantangan, dan semuanya berbasis kepada kontrak. Di mana kita tahu, kalau kontrak pasti mengedepankan konsep win-win bukan win-lose,” kata dia.

Menurutnya, skema KPBU secara potensial juga dapat mendukung peningkatan kualitas APBN, dalam hal mengurangi tekanan APBN dan APBD dalam mengalokasikan belanja modal untuk konstruksi awal proyek.

Keterlibatan swasta dalam desain proyek serta dinamika yang diciptakan dalam skema KPBU dalam proses pelelangan bisa mendorong inovasi dan efisiensi yang lebih baik.

“Secara praktis, skema KPBU telah sukses diimplementasikan untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia, baik untuk proyek yang dikelola pemerintah pusat maupun daerah,” ujar dia.

 Viby mencontohkan beberapa proyek infrastruktur dengan skema KPBU tahun 2021 di antaranya, Bendungan Merangin di Jambi, Bendungan Matenggeg di Jawa Tengah, Rusun Cisaranten di Bandung sebanyak 2.189 unit.

Juga, jalan tol Jabodetabek sepanjang 66,93 kilometer yang dibangun pada kuartal III 2021 yakni Jalan Tol Layang Dalam Kota Ruas Cikuni-Karawaci dan JORR Elevated Cikunir-Ulujami.

Dia mengakui bahwa dalam meningkatkan peran skema KPBU dalam pembiayaan infrastruktur pusat maupun daerah, masih banyak tantangan yang perlu dijawab dan diselesaikan oleh pemangku kepentingan dalam penyediaan infrastruktur publik di Indonesia.

“Kalau program ini tidak dijalankan, kita tidak akan pernah mengerti kelemahan di dalamnya dan apa yang harus diperbaiki,” katanya.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi