Industri Kimia-Farmasi Diminta Tingkatkan Digitalisasi Agar Efisien

ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar/hp.
Mahasiswa jurusan farmasi Universitas Buana Perjuangan (UBP) membuatan cairan antiseptik pembersih tangan atau "hand sanitizer" dengan standar World Health Organization (WHO) di Labolatorium UBP, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2020).
1/11/2021, 10.57 WIB

Dalam upaya mendongkrak kinerja dan daya saing, pemerintah terus mendorong sektor industri kimia, farmasi, dan tekstil (IKFT) di tanah air untuk bertransformasi ke arah digitalisasi dalam proses produksinya.

“Sehingga bisa menghasilkan berbagai produk yang berkualitas dengan lebih efisien,” kata Direktur Jenderal IKFT Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam dalam keterangan resminya, Minggu (31/10).

Pada acara Business Forum Expo 2020 Dubai, Khayam menyebutkan, beberapa perusahaan di sektor IKFT telah mengimplementasikan digitalisasi berupa internet of things, artificial intelligence, cloud technology, nano technology, blockchain technology, dan telemedicine.

Pihaknya akan mengarahkan sektor IKFT untuk segera mengadopsi teknologi industri 4.0 tanpa mengurangi tenaga kerja.

Artinya, penggunaan teknologi yang akan didorong adalah yang dapat memecahkan bottleneck dalam proses produksi.

 Menurut Khayam, kemampuan sektor IKFT dalam implementasi industri 4.0 sudah lebih baik. Hal ini tercemin dari semakin banyaknya sektor IKFT yang berpartisipasi pada assessment program Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0).

Kegiatan ini dilakukan untuk mengukur kesiapan perusahaan manufaktur di Indonesia dalam menerapkan teknologi industri 4.0.

Pada tahun 2020, sebanyak delapan perusahaan sektor IKFT meraih penghargaan dari hasil assessment INDI 4.0, dengan memperoleh indeks di atas nilai 3.

Pada penilaian INDI 4.0, skor 1-2 menunjukkan kesiapan awal implementasi industri 4.0. Kemudian rentang skor 2-3 menunjukkan kesiapan sedang, dan skor 4 adalah mereka yang sudah menerapkan industri 4.0.

Dari delapan perusahaan tersebut, mereka yang berasal dari sektor industri kimia adalah PT. Kaltim Parna Industri, PT. Biggy Cemerlang, dan PT. Schott Igar Glass. Kemudian untuk sektor industri farmasi, yakni PT. Kimia Farma Sungwun Pharmacopia.

 Berikutnya, sektor industri tekstil meliputi PT. Globalindo Intimates, PT. TI Matsuoka Winner Industry, dan PT. Asia Pasific Rayon.

Sementara itu, mewakili sektor IKFT, perusahaan yang menyabet kategori National Lighthouse Industry 4.0 adalah PT. Pupuk Kalimantan Timur selaku industri kimia.

Pihaknya akan terus memacu sektor IKFT untuk siap memasuki revolusi industri 4.0. Sesuai target kinerja yang telah ditetapkan oleh Kemenperin berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

“Salah satu sasarannya adalah, jumlah perusahaan sektor IKFT dengan nilai INDI 4.0 lebih dari 3, bisa mencapai 16 perusahaan pada tahun 2021, dan sebanyak 21 perusahaan di tahun 2024,” kata dia.

Ia mengaku optimistis terhadap sektor IKFT dalam mengakselerasi ke arah industri 4.0. Pasalnya, di dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, awalnya telah menetapkan perwakilan sektor IKFT yang menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia, yakni industri kimia serta industri tekstil dan pakaian.

 Kemudian, di tengah pandemi ini, Kemenperin juga sudah memasukkan industri farmasi dan industri alat kesehatan juga medapat prioritas pengembangan industri 4.0.

Pada tahun 2020, sektor IKFT memberikan sumbangsihnya sebesar 4,48% terhadap produk domestik bruto (PDB) ekonomi nasional.

Hal ini didorong oleh peran industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang mampu tumbuh di tengah hadangan pandemi Covid-19 sebesar 9,39%.

Di samping itu, pada tahun 2020, ekspor sektor IKFT mencapai US$ 33,99 miliar atau sekitar Rp 485 triliun.

Realisasi investasinya pada periode tersebut sebesar Rp 61,97 triliun, didominasi oleh industri kimia dan bahan kimia. Sektor tersebut juga menyerap tenaga kerja hingga 6,24 juta orang.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi