Pengusaha Khawatir Zero ODOL Buat Produk Keramik Lokal Kalah dari Cina

ANTARA FOTO/Aji Styawan/foc.
Rombongan truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengemudi Independen (API) Jateng melaju di Jalan Perintis Kemerdekaan Semarang saat aksi pawai demo tolak aturan ODOL menuju Kantor Dinas Perhubungan Jawa Tengah di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (22/2/2022).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
7/3/2022, 16.32 WIB

Pengusaha keramik nasional keberatan dengan kebijakan Zero ODOL (over dimention over load) karena menganggap dapat menurunkan daya saing produk nasional dibandingkan impor. Kebijakan Zero ODOL yang berlaku di jalan tol mulai Juni 2022 ini melarang truk kendaraan kelebihan muatan melintas karena merusak infrastruktur jalan.

Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) menghitung penetapan Zero Odol akan menurunkan beban muatan truk pembawa keramik hingga 70%. Sehingga, beban biaya logistik pengusaha meningkat hingga 200%.

Peningkatan beban ini yang diperkirakan melemahkan daya saing industri keramik nasional. Ketua Umum Asaki Edy Suyanto khawatir produk keramik asal Cina, India, dan Vietnam akan memenuhi pasar nasional.

Edy mengusulkan pemerintah menyediakan pelabuhan khusus keramik impor sehingga merasakan dampak kebijakan ODOL yang membuat beban logistik yang sama. "Supaya antara industri keramik dalam negeri dan importir berada di the same level of playing field, (yakni) produk keramik impor juga harus merasakan mahalnya pengiriman inter-island cost," kata Edy kepada Katadata.co.id, Senin (7/3).

Asaki memperkirakan peningkatan biaya logistik di industri keramik akan berdampak pada beban yang meningkat di industri properti dan infrastruktur. Dampaknya, akan dirasakan konsumen. "Hal ini patut diwaspadai karena kondisi daya beli masyarakat yang belum pulih," kata dia.

Edy menghitung untuk memenuhi kebijakan Zero ODOL ini, industri armada logistik harus menambah 12.000 unit truk untuk memenuhi kebutuhan industri keramik. Padahal, beberapa industri pun membutuhkan angkutan tambahan untuk menerapkan praktik ODOL, di antaranya industri semen, kaca, baja, beton, kelapa sawit, dan kertas.

"Apakah pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan ekspedisi, dalam waktu relatif singkat ini, mampu menyiapkan tambahan armada sekitar 12.000 unit untuk industri keramik?" kata Edy.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengatakan kebijakan Zero ODOL menambahkan biaya logistik nasional. Saat ini, biaya logistik berkontribusi hingga 23% terhadap total biaya, sedangkan biaya logistik di negeri jiran ada di kisaran 15%.

Rachmat meramalkan akan ada dua skenario dalam menyesuaikan dengan kebijakan ini. Pertama, penurunan kapasitas produksi di pabrik makanan dan minuman. Alasannya, bahan baku bagi industri mamin seperti minyak sawit mentah akan tertahan distribusinya karena pengurangan muatan.

Rachmat mengatakan pelaku industri sepakat tidak menentang pelaksanaan program Zero ODOL. Namun, dia berharap pemerintah melihatnya sebagai persoalan multi-sektor.

Rachmat menyatakan temuan awal penelitian beberapa asosiasi sektor manufaktur membuat penelitian yang hasilnya kebijakan ODOL akan membuat biaya produksi pabrikan meningkat sekitar 37%--40%. Menurutnya, pilihan pengurangan muatan akan menghasilkan efek ganda yang negatif dan tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat.

Pemerintah akan mulai menilang kendaraan yang obesitas dan kelebihan dimensi atau over load over dimention (ODOL) di jalan tol per Juni 2022. Adapun, penilangan yang dilakukan aparat berwajib akan melalui ETLE.

ETLE adalah sistem penegakan hukum di bidang lalu lintas berbasis teknologi informasi dengan memanfaatkan perangkat elektronik berupa kamera CCTV. Teknologi ini dapat mendeteksi berbagai jenis pelanggaran lalu lintas.

Reporter: Andi M. Arief