Bahan Baku Pupuk Tak Lagi Andalkan Impor Rusia, Stok Pasokan RI Aman

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.
Pekerja menggunakan alat berat untuk memindahkan tumpukan pupuk di pabrik pengantongan PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, Sumatra Selatan, Jumat (28/5/2021). PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang memastikan stok pupuk bersubsidi untuk memenuhi kebutuhan musim tanam kedua tahun 2021 aman dengan ketersedian stok mencapai 82.537 ton pupuk urea bersubsidi, melebihi ketentuan minimum yang ditetapkan pemerintah yaitu 53.463,91 ton.
28/3/2022, 10.49 WIB

PT Pupuk Indonesia (Persero) mencatat ketersediaan bahan baku untuk produksi pupuk subsidi maupun non-subsidi tercukupi. Indonesia masih mengandalkan impor sebagian bahan baku pupuk dari negara lain termasuk Rusia yang saat ini tengah dilanda konflik dengan Ukraina.

Rusia dikenal sebagai pemasok utama bahan baku pupuk seperti kalium. SVP Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana mengatakan, bahan baku tersebut tidak tersedia di Indonesia dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri karena merupakan barang tambang.

Wijaya mengatakan, mengatakan Pupuk Indonesia telah mengantisipasi dampak ketidakpastian global dengan memanfaatkan sumber-sumber bahan baku dari negara lain di luar Rusia, seperti Maroko, Mesir dan Yordania untuk bahan baku fosfat, serta Kanada, Yordania, Jerman dan Laos untuk kalium. 

"Pupuk Indonesia sudah mengantisipasi dengan menyiapkan stok pupuk jangka panjang sehingga cukup untuk kebutuhan produksi NPK," kata Wijaya dalam siaran pers, Senin (28/3).

Dia menyatakan bahan baku fosfat dan kalium untuk kebutuhan produksi NPK masih tersedia dan aman sampai semester I tahun 2022. Hingga 25 Maret 2022, stok pupuk subsidi dan nonsubsidi dari lini I sampai IV berjumlah 1,71 juta ton. Untuk stok pupuk bersubsidi berjumlah 824.410 ton dengan rincian Urea 377.467 ton, NPK 204.416 ton, SP-36 46.905 ton, ZA 130.422 ton, dan Organik 65.200 ton.

Sementara stok pupuk nonsubsidi berjumlah 886.256 ton dengan rincian Urea 765.165 ton, NPK 68.312 ton, SP-36 29.378 ton, ZA 23.229 ton, dan Organik 172 ton.

Selain itu, Wijaya mengatakan, Pupuk Indonesia telah menerapkan kebijakan harga khusus pupuk jenis urea non subsidi untuk pasar retail sampai di level distributor. Harga khusus ini berlaku di bawah harga pasar internasional yang saat ini berlaku.

Pupuk Indonesia juga sudah memiliki beberapa upaya dalam menjaga harga pupuk non subsidi, salah satu upaya yang akan dilakukan demi menjaga ketersediaan pupuk non subsidi melalui rencana penyiapan 1.000 kios komersil.

"Ini kami wujudkan dengan memberikan harga pupuk non subsidi domestik lebih murah dari harga di pasar internasional. Sementara harga pupuk subsidi tetap mengikuti ketentuan HET yang diatur pemerintah," ungkap Wijaya.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara mengatakan, produsen pupuk di dalam negeri masih bergantung kepada tiga negara untuk mendapatkan P dan KCl, yakni Belarusia, Jerman, dan Kanada. Tossin menyebutkan harga dari Belarusia melonjak karena ada ancaman keamanan dari Perang Rusia-Ukraina.

Sementara itu harga dari Jerman dan Kanada naik karena tingginya biaya transportasi akibat kelangkaan kontainer. "Harga memang pasti naik, tapi yang dikhawatirkan terjadinya penurunan ketersediaan," kata Tossin. 

Dia mengatakan, industri pupuk di Indonesia saat ini sedang menjajaki beberapa negara pemasok P dan KCl lain untuk menggantikan pasokan dari ketiga negara tersebut. Sejauh ini, negara yang sedang dijajaki adalah Selandia Baru dan Laos. 

Namun, Tossin pupuk P dan KCl dari kedua negara tersebut tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan industri pupuk domestik.  Di sisi lain, ia juga menyiapkan industry pupuk untuk menghadapi kenaikan harga pupuk yang lebih tinggi lagi akibat peningkatan permintaan pupuk dari Cina.

Tossin mencatat, pabrik urea di Cina cukup banyak, tetapi kebutuhan pupuk di sana lebih banyak dari produksinya.  "Tiba-tiba Cina minta pupuk di atas harga pasar. Kalau harga Cina sudah tinggi, konsumen bahan baku pupuk yang lain kalau mau pesan, harus dengan harga mereka," kata Tossin.   

Invasi Rusia terhadap Ukraina dapat berdampak terhadap ketahanan pangan dunia karena status Rusia sebagai pengekspor pupuk terbesar di dunia. Indonesia sendiri mengimpor 743 ribu ton pupuk dari Rusia pada 2020.

Kapasitas impor tersebut membuat Rusia menjadi negara asal impor pupuk terbesar keempat Indonesia. Impor pupuk dari Rusia mencakup 12% dari total impor pupuk Indonesia.