Pengusaha Ritel Tunggu Aturan Teknis PPN 11% Bahan Pokok dan Penting

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.
Pedagang tertidur saat menunggu pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/6/2021).
3/4/2022, 16.06 WIB

Pengusaha ritel menunggu aturan teknis mengenai barang-barang kebutuhan pokok dan penting yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% akan berdampak pada konsumsi masyarakat karena dilakukan di saat bersamaan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), elpiji, tarif tol, serta momentum Ramadan dan Idul Fitri.

Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey meminta agar pemerintah menunda pengenaan PPN pada bahan pokok dan penting. Hal itu dilakukan dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Kami tentunya mendukung UU HPP/21 yang telah ditetapkan pemerintah dan diratifikasi DPR akhir tahun 2021 lalu. Namun pemberlakuan tarif PPN 11% saat ini apakah sudah tepat momentumnya atau masih dapat didiskresikan beberapa saat lagi untuk meredam sentimen psikologi publik,” ujarnya dalam siaran pers, Minggu (3/4).

Roy mengatakan, periode Ramadan dan Idul Fitri merupakan harapan bagi berbagai industri dan sektor usaha dari hulu hingga hilir untuk meningkatkan penjualan melalui belanja dan konsumsi masyarakat. Hal itu seperti Kuartal II 2021 Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi 7,07% atau tertinggi selama satu dekade.

Dia mengatakan, potensi menunda konsumsi rumah tangga non kebutuhan dasar bisa terjadi pada seluruh lapisan masyarakat jika terjadi kenaikan harga bahan pokok dan penting. Kelompok masyarakat menengah atas akan memilih menyimpan dananya dan menahan diri untuk berbelanja selain kebutuhan dasar.

"Misalnya untuk minyak goreng yang termasuk bahan pokok yang dikenakan PPN 11%, maka potensi bergeraknya harga minyak goreng akan terjadi kembali. Ini berdampak pada inflasi yang berpotensi meningkat lagi dari bulan-bulan sebelumnya,” kata Roy.

Di sisi lain, ada 11 barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari pajak, kini dijadikan objek PPN UU HPP no.7/2021. Meskipun, pengenaan tarif PPN untuk 11 kebutuhan pokok itu belum dimulai 1 April 2022. Barang kebutuhan pokok tersebut adalah beras/gabah, gula, sayur, buah-buahan, kedelai, cabe, garam, susu, telur, dan jagung.

“Sehingga para pedagang yang menjualnya antara lain di pasar tradisional akan berkewajiban menjadi PKP dengan kewajiban menerbitkan Faktur Pajak dan melakukan Laporan Pajak PPN setiap bulannya. Ini  berpotensi diperlukan tambahan tenaga administrasi, yang ujungnya akan berdampak menambah biaya overhead pada harga jual barang pokok dan penting di tingkat konsumen,”ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tarif PPN 11% masih tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata global. Meski diklaim rendah di skala global, tarif PPN 11% itu sesungguhnya termasuk tinggi di kawasan Asia Tenggara.