PT Pelita Air Service (PAS) semakin ekspansif mengembangkan bisnisnya setelah dikabarkan akan menjadi maskapai nasional pengganti Garuda Indonesia. Maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero) ini bahkan telah mendatangkan dua pesawat Airbus A320 pada Senin (11/4).

Kedatangan dua pesawat ini menunjukkan kesiapan Pelita Air yang tengah mengembangkan usahanya ke layanan penerbangan komersial berjadwal. Kedatangan pesawat Airbus A320 tersebut merupakan momen bersejarah sekaligus milestone baru bagi perusahaan yang sebelumnya fokus pada layanan penerbangan charter.

“Saat ini Pelita Air masih dalam proses sertifikasi pesawat Airbus 320 yang terus berjalan dalam rangka membuka penerbangan berjadwal dan kami harapkan dapat beroperasi dalam waktu dekat," ujar Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama PT Pelita Air Service Muhammad S. Fauzan dalam siaran persnya yang dikutip dari situs resmi Pelita Air, Senin (11/4).

Seiring langkah ekspansi, perusahaan mengganti manajemen dan jajaran komisaris. Maskapai milik PT Pertamina (Persero) itu menunjuk Dendy Kurniawan sebagai Direktur Utama PT Pelita Air Service. Dendy merupakan mantan Presiden Direktur PT AirAsia Indonesia Tbk - perusahaan yang bergabung dalam grup AirAsia, maskapai penerbangan asal Malaysia.

Saat menjadi Presiden Direktur, Dendy juga pernah mengemban jabatan sebagai Presiden Komisaris AirAsia Indonesia, pada periode Oktober 2019 sampai April 2022. Sebelumnya dia juga pernah menjabat sebagai CEO AirAsia Indonesia untuk periode September 2016 sampai Oktober 2019.

Pertamina juga menetapkan susunan Dewan Komisaris, yang dijabat oleh Rachmat Kaimuddin sebagai Komisaris Utama, Michael F. Umbas selaku Komisaris, dan Marsma Mohammad Tony Harjono selaku Komisaris.

Rachmat Kaimuddin merupakan mantan CEO Bukalapak yang kemudian menjadi sebagai penasehat bidang teknologi di bawah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

Ekspansi bisnis dan perubahan jajaran manajemen dan komisaris tersebut semakin menguatkan kabar Pelita Air akan menggantikan Garuda Indonesia sebagai maskapai nasional. Terlebih maskapai pelat merah itu terancam pailit dan sedang dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang akan berakhir 20 Mei 2022. Hingga saat ini, belum ada tanda bahwa penyelesaian utang Garuda Indonesia menemui titik terang.

Namun hingga kini, Kementerian BUMN masih menyanggah isu yang berkembang tersebut. Menurut Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, Komisi VI DPR mendukung skema-skema penyelesaian utang perusahaan yang telah disusun bersama Kementerian BUMN dengan  membentuk Panitia Kerja (Panja) Penyelamatan Garuda Indonesia. 

"Pelita itu mengisi kekosongan kekurangan jalur pesawat saat ini dan belum ada rencana untuk dijadikan flag carrier," kataArya kepada Katadata, Kamis (14/4). 

Sejarah Awal Pelita Air

Meskipun sudah mengajukan izin untuk perbangan komersial berjadwal, Pelita Air bukan pemain baru di industri penerbangan Indonesia. Cikal bakal perusahaan ini didirikan untuk mendukung kegiatan eksplorasi serta eksploitasi ladang minyak dan gas alam Pertamina.

Awalnya Pertamina membuat departemen layanan udara yang disebut Pertamina Air Service pada 1963. Tujuh tahun kemudian, Pertamina menutup departemen layanan udara dan mendirikan anak perusahaan yang diberi nama PT Pelita Air Service (PAS).

Perusahaan kemudian berkembang menjadi perusahaan carter terbesar di Indonesia. Dikutip dari situs resminya, Pelita Air menyediakan berbagai macam layanan penerbangan diantaranya penerbangan carter untuk tamu VVIP, penyewaan helikopter, carter kargo, evakuasi medis, survei geologi, dan pemadam kebakaran hutan.

Pelita Air juga memiliki Bandara Pondok cabe dengan fasilitas hangar, gudang, dan landasan sepanjang 2.000 meter di Tangerang Selatan. Bandara ini menjadi tempat untuk mengoperasionalkan bisnis perawatan dan pemeliharaan pesawat yang dikelola oleh anak usahanya, PT Indopelita Aircraft Services.

Pada 2000, Pelita Air sempat merambah bisnis penerbangan berjadwal. Akan tetapi, bisnis penerbangan reguler itu ditutup pada tahun 2005 dengan alasan ingin fokus pada penerbangan charter.

Enam tahun kemudian, Pelita Air menyatakan siap mengembangkan bisnis dan memperluas layanannya ke segmen penerbangan komersial berjadwal (regular flight). Perusahaan tengah mengurus Surat Izin Usaha Angkutan Udara (SIUAU) dan air opertor certificate (AOC). Perizinan pembukaan rute penerbangan itu diajukan untuk mendukung program Holding Badan usaha Milik Negara (BUMN) Pariwisata dan Pendukung di mana Pelita masuk sebagai anggota holding.