PT Pelita Air Service mulai beroperasi secara perdana pada Kamis (28/4) untuk layanan domestik. Maskapai penerbangan milik PT Pertamina (Persero) ini memiliki dua pesawat Airbus A320 untuk melayani rute Jakarta-Bali.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie mengatakan Pelita Air masih memiliki infrastruktur seperti pesawat dan rute yang sangat terbatas, dibandingkan maskapai lain. "Saat ini, masih belum dijadikan tolak ukur Pelita Air bersaing dengan siapa saja," kata Alvin kepada Katadata.co.id, Kamis (5/5).
Alvin mengkategorikan Pelita Air dalam kelas pelayanan medium. Kelas ini setara dengan PT Sriwijaya Air, dan PT NAM AIR.
Alvin menjelaskan, persaingan maskapai di dalam negeri berdasarkan rute dan jadwal penerbangan. Sejauh ini, maskapai dengan pelayanan medium yang juga memiliki rute Jakarta-Bali adalah Sriwijaya Air.
Pelita Air memiliki rute penerbangan Jakarta-Bali dengan frekuensi penerbangan satu kali sehari. Adapun, Sriwijaya Air yang berdiri sejak 2003, memiliki 12 pesawat Boeing 737-500 dan Boeing 737-800. Maskapai ini melayani 53 rute perjalanan domestik dan tiga negara di kawasan regional.
Pelita Air yang baru masuk ke pasar komersial, masih berpotensi besar terus berkembang. "Saat ini masih terbatas," kata Alvin.
Direktur Utama PT Pelita Air Service, Dendy Kurniawan, mengatakan akan membuka rute perjalanan ke destinasi wisata dan bisnis favorit selain Jakarta- Bali.
“Hadirnya kembali penerbangan reguler Pelita Air diharapkan dapat mengembalikan kerinduan penumpang untuk merasakan penerbangan yang menyenangkan bersama Pelita Air,” kata dia beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, beredar kabar pemerintah menyiapkan Pelita Air sebagai pengganti Garuda Indonesia yang terkini terjerat pailit. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mendorong Pelita Air agar menjalani tata kelola perusahaan yang baik dengan mengedepankan proses bisnis yang baik, transparan, dan fokus pada bisnis utama, yakni pasar domestik.
Ia meminta agar kesalahan yang terjadi di tempat lain tak terulang. Erick tidak memerinci apa yang ia maksud dengan “kesalahan di tempat lain”. Namun diduga ia merujuk pada salah kelola pada maskapai pelat merah Garuda Indonesia yang berujung pada jeratan utang yang menggunung sehingga sempat digugat pailit.
“Saya tak segan-segan kalau terulang, saya sendiri yang laporin langsung. Jadi ini harus dikelola secara transparan dengan fokus market domestik yang saya rasa jadi sebuah kesempatan untuk Pelita menjadi besar,“ kata Erick dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (29/4).
Dia menambahkan bahwa Pelita Air harus menjadi paradigma baru industri penerbangan Indonesia. “Pelita harus jadi juga bagian dari bagian dalam menyehatkan industri pesawat terbang kita,” ujarnya.
Erick mengatakan, kehadiran Pelita Air merupakan bentuk intervensi pemerintah dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi di industri pesawat terbang nasional. Terlebih dengan melonjaknya harga tiket pesawat saat ini.
“Harga tiket mahal sekali di mana-mana, BUMN tugasnya mengintervensi ketika ketidakseimbangan terjadi, makanya kita luncurkan Pelita Air sebagai penyeimbang pasar. Kita tidak mau market besar Indonesia jadi monopoli atau oligopoli,” ujarnya.
Menurut mantan bos klub sepak bola Italia, Inter Milan ini, kehadiran Pelita Air merupakan langkah konkret pemerintah dalam mengoptimalkan potensi penumpang domestik.