Bank Dunia Ramal Ekonomi Cina Tahun Ini Lebih Suram Akibat Lockdown

ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/YU
Sejumlah warga mengantre di depan swalayan untuk membeli bahan kebutuhan pokok di kawasan Panjiayuan, Beijing, China, Minggu (29/5/2022). Penguncian wilayah (lockdown) yang berlangsung selama 37 hari telah berakhir pada Sabtu (28/5/2022).
Penulis: Agustiyanti
9/6/2022, 10.40 WIB

Bank Dunia memperkirakan ekonomi Cina akan melambat pada tahun ini sebagai imbas kebijakan nol Covid-19 dengan melakukan penguncian wilayah atau lockdown di banyak wilayah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Cina direvisi ke bawah 0,8 poin persentase menjadi 4,3% pada tahun ini.

"Revisi penurunan ini sebagian besar mencerminkan kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh wabah Omicron dan penguncian yang berkepanjangan di beberapa bagian Cina dari Maret hingga Mei," kata Bank Dunia dalam laporannya, Rabu (8/6).

Risiko penurunan pada prospek ekonomi Cina bukan hanya dibayangi penyebaran Covid-19 yang lebih menular. Risiko juga dapat berasal dari tekanan terus-menerus di sektor real estat dengan konsekuensi ekonomi yang lebih luas. Perekonomian Cina juga rentan terhadap risiko terkait prospek global.

Seperti diketahui, Bank Dunia juga telah memperingatkan resesi ekonomi di banyak negara kemungkinan sulit terhindarkan. Dengan kombinasi kenaikan inflasi, ancaman stagflasi juga bukan tidak mungkin terjadi. Prospek pertumbuhan ekonomi global dipangkas dari 4,1% menjadi 2,9%.

Namun, momentum pertumbuhan diperkirakan akan pulih pada paruh kedua. Hal ini dibantu oleh stimulus kebijakan yang agresif untuk memitigasi penurunan ekonomi. Selain itu, dengan mulai terkendalinya pandemi dan pencabutan kebijakan pembatasan mobilitas sepenuhnya, pertumbuhan ekonomi Cina bisa lebih tinggi dari yang diproyeksikan saat ini. 

Bank Dunia juga memberikan catatan terhadap prospek ekonomi Cina dalam jangka pendek. Cina akan menghadapi tantangan ganda menyeimbangkan mitigasi Covid-19 dengan mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah negeri panda sudah meningkatkan pelonggaran kebijakan ekonomi makro dengan belanja publik yang besar, insentif pajak, penurunan suku bunga kebijakan dan sikap yang lebih dovish terhadap sektor properti.

"Meskipun Cina memiliki ruang makro ekonomi untuk melawan perlambatan pertumbuhan, dilema yang dihadapi para pembuat keputusan adalah bagaimana membuat stimulus kebijakan efektif, selama pembatasan mobilitas tetap ada," kata Bank Dunia.

Wabah Covid-19 yang berulang akan menambah ketidakpastian terhadap ekonomi Cina ke depan. Hal ini turut membebani investasi dan konsumsi swasta serta mengurangi efektivitas dari kebijakan yang sudah diambil.

Bank Dunia mengatakan, Cina tak dapat lagi tetap bergantung pada model lama, yakni mendorong pertumbuhan melalui pembangunan infrastruktur yang dibiayai utang dan investasi real estate. Model pertumbuhan seperti itu dinilai tidak berkelanjutan dan utang perusahaan dan pemerintah daerah juga sudah terlalu tinggi.

Reporter: Abdul Azis Said