Luhut Optimistis Nilai Ekspor Besi dan Baja Naik 39% Berkat Hilirisasi

ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019). Kementerian Perindustrian mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja Nasional di Cilegon dan Banten untuk memacu peningkatan target produksi sebanyak 10 ton baja pada tahun 2025..
23/6/2022, 14.30 WIB

 Tantangan Ekspor

Luhut mengatakan berlanjutnya hilirisasi industri membuat defisit neraca perdagangan semakin menyusut. Salah satu mitra dagang yang menjadi sorotan Luhut adalah Cina. 

Luhut mencatat hilirisasi industri baja membuat defisit neraca dagang dengan Negeri Panda susut dari minus US$17 miliar pada 2019 menjadi minus US$ 2,5 miliar. Menurutnya, neraca perdagangan Indonesia terhadap Cina akan surplus pada tahun ini. 

Namun demikian, Cina belum lama ini mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) kepada produk baja nirkarat Indonesia sebesar 20%. Luhut menilai pengenaan BMAD tersebut dilakukan lantaran harga baja nirkarat Indonesia sangat kompetitif. 

Luhut mengatakan harga kompetitif baja nirkarat Indonesia disebabkan oleh efisiensi biaya produksi dari sisi energi dan logistik. Luhut mencatat harga listrik yang diterima industri baja nirkarat nasional lebih murah 50% dari Cina atau senilai US$0,05 per kilowatt hour (Kwh). 

"(Selain itu,) transportation cost lebih rendah (di sekitar) US$ 1 - US$ 2, sedangkan mereka sampai US$ 15 - US$ 20," kata Luhut. 

 Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor besi dan baja nasional pada Januari-Desember 2021 mencapai US$ 21,47 miliar atau sekitar Rp 307,04 triliun. Tiongkok jadi tujuan terbesar.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief