Kementerian Perdagangan (Kemendag) meresmikan pelepasan ekspor baja struktur sebesar 3.800 ton ke Selandia Baru oleh PT Gunung Raja Paksi Tbk atau GRP. Nilai ekspor tersebut mencapai US$ 4 juta atau Rp 59,96 miliar (kurs: Rp 14.992).
Baja struktur adalah jenis baja yang digunakan untuk keperluan pembangunan gedung. Adapun, baja struktur yang diekspor ke Selandia Baru oleh GRP kali ini adalah plat baja, baja profil H, dan baja profil I.
"Selandia Baru itu saya tahu punya standar yang sangat ketat, tidak ada toleransi apapun. Jadi, kalau berhasil tembus pasar Selandia Baru, berarti GRP ini sudah bisa ekspor ke seluruh dunia, seperti ini harus kita dukung," kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Kantor GRP, Selasa (26/7).
GRP merupakan produsen baja struktur milik swasta terbesar di dalam negeri dengan kapasitas terpasang mencapai 2,2 juta ton. Sejauh ini, pasar ekspor yang telah menjadi pasar GRP selain Selandia Baru adalah Australia, Malaysia, Kanada, dan Amerika Serikat.
Zulkifli menilai masuknya GRP ke pasar Selandia Baru dapat diikuti oleh produsen baja lainnya. Dengan demikian, Selandia Baru diharapkan menjadi prospek negara tujuan utama ekspor baja Indonesia pada masa depan.
GRP menargetkan alokasi produksi untuk pasar ekspor naik menjadi 20% pada tahun ini atau senilai US$ 70 juta. Adapun, alokasi produksi untuk pasar ekspor pada 2021 hanya sebesar 5%.
Sebelum Selandia Baru, GRP telah mengirimkan baja struktur bervolume besar ke Amerika Serikat atau mencapai 700 ton senilai US$ 1 juta pada kuartal I-2022. Baja tersebut digunakan untuk pembangunan salah satu pabrik produsen kendaraan listrik (EV), yakni Lucid Motors.
Zulkifli mengatakan, Kemendag siap mendukung peningkatan ekspor baja dengan perjanjian-perjanjian dagang yang telah dimiliki dengan negara-negara mitra. Oleh karena itu, produsen baja diminta untuk memanfaatkan semaksimal mungkin keistimewaan tarif ke negara-negara yang telah memiliki perjanjian dagang dengan Indonesia.
Adapun, perjanjian dagang yang dimaksud Zulkifli adalah persetujuan kemitraan ekonomi yang komprehensif atau CEPA. Sejauh ini, negara mitra yang telah memiliki CEPA dengan Indonesia adalah Korea Selatan, Australia, dan Uni Emirate Arab atau UAE. Secara sederhana, produk-produk Indonesia yang diekspor ke negara-negara tersebut dibebaskan dari bea masuk dan tarif lainnya.
Zulkifli mengatakan UAE dapat menjadi hub ekspor bagi produk-produk Indonesia ke kawasan terdekat. Hal tersebut dimungkinkan lantaran UAE telah memiliki CEPA dengan kawasan di sekitarnya, seperti Afrika, Timur Tengah, Asia Tengah, dan Eropa Timur. Artinya, produk-produk Indonesia dapat menembus pasar tersebut tanpa terhalang bea masuk.
Berdasarkan data Kemendag, nilai ekspor besi dan baja pada 2021 naik 90,2% menjadi US$ 21,4 miliar dari capaian 2020 senilai US$ 11,2 miliar. Pada Januari-Mei 2022, nilai ekspor besi dan baja naik 80,2% secara tahunan menjadi US$ 12,5 miliar.
"Pertumbuhan yang sangat signifikan ini merupakan bukti keberhasilan kebijakan hilirisasi industri besi dan baja yang ditetapkan pemerintah," kata Zulkifli.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor besi dan baja Indonesia di tahun pertama pandemi Coviad-19 pada 2020 menyusut 29,69% menjadi 11,35 juta ton dari tahun sebelumnya yang mencapai 16,15 juta ton.
Namun, impor besi dan baja Indonesia kembali meningkat 14,81% menjadi 13,04 juta ton pada 2021 dibandingkan tahun sebelumya. Demikian pula nilai impornya melonjak 74,42% menjadi US$11,96 miliar pada 2021 dibanding tahun sebelumnya.