Kemenperin Pastikan Industri Farmasi Produksi Obat Sesuai Standar

Ilustrasi, Apoteker menunjukan obat sirup di salah satu apotek di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (21/10/2022).
Penulis: Agung Jatmiko
22/10/2022, 08.00 WIB

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, setiap produk obat yang dihasilkan oleh industri farmasi dalam negeri sudah mengikuti standar cara pembuatan obat yang baik (CPOB), dan memenuhi persyaratan mutu sesuai Farmakope Indonesia atau kompendial lainnya.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kasus ditemukannya etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada obat sirup merupakan kejadian yang tidak diharapkan oleh industri farmasi.

"Kemenperin terus mendorong perusahaan-perusahaan industri farmasi untuk terus melakukan monitoring dan evaluasi terhadap produk-produk yang dihasilkan, dan terus memantau perkembangan informasi dari kementerian dan lembaga terkait," kata Agus, dalam keterangan resmi, Jumat (21/10).

Dari hasil investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ditengarai bahwa kedua zat tersebut merupakan cemaran dan bukan sebagai bahan baku tambahan yang digunakan pada formulasi dan proses produksi obat sirup.

Cemaran tersebut diduga berasal dari empat bahan baku tambahan, yaitu propilen glikol, polietillen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol.

Menurut Kemenperin, keempat bahan di atas bukan merupakan bahan yang berbahaya, atau dilarang penggunaannya dalam pembuatan sirup obat dan telah digunakan sejak lama.

Dari keempat bahan tambahan tersebut, baru dua yang sudah dapat diproduksi dalam negeri, yaitu sorbitol, dengan kapasitas 154.000 ton per tahun, dan gliserin sebesar 883.700 ton per tahun.

Sementara, untuk propilen glikol dan polietilen glikol, masih belum dapat diproduksi dalam negeri dan harus dilakukan impor.

Menindaklanjuti perkembangan ini, Kemenperin telah melakukan koordinasi dengan industri farmasi yang produknya mengandung cemaran EG dan DEG melewati ambang batas aman.

Industri farmasi sendiri, menyatakan bahwa tidak ada penggunaan bahan baku EG maupun DEG pada proses produksi. Sehingga, adanya EG dan DEG, diduga berasal dari cemaran bahan baku tambahan lain yang telah disebutkan.

"Sebagai tindak lanjutnya, industri terus melakukan evalusi internal, pengujian kandungan cemaran bahan baku pada laboratorium independen, serta berkoordinasi untuk melakukan penarikan produk dari pasar. Hal ini sejalan dengan komitmen industri farmasi untuk memproduksi produk obat yang aman, berkasiat, dan bermutu," ujar Menperin.