Kamar Dagang Industri memperkirakan sektor padat karya akan banyak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana sektor start up. Hal itu didorong ancaman resesi tahun depan sehingga permintaan berkurang.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Kamdani, mengatakan pelaku usaha berupaya untuk mempertahankan karyawannya. Namun hal itu saat ini sulit dilakukan karena permintaan menurun signifikan.
“Jadi padat karya untuk dipertahankan karyawannya itu sulit. Bahkan mereka berupaya untuk tidak melakukan PHK, tapi sekali lagi ini sulit karena permintaan dan pasarnya menurun signifikan, jadi mereka banyak melakukan efisiensi,” ucapnya dikutip dari Antara, Rabu (26/10).
Pengusaha tahan ekspansi
Dia mengatakan, pelaku usaha juga akan lebih waspada dalam berekspansi atau mengembangkan usaha di 2023. Hal itu disebabkan karena risiko resesi global.
“Sebenarnya kita optimis tapi tetap berhati-hati. Kalau ekspansi dan lain-lain, kita mesti lihat demandnya, pasarnya, dan lain-lain yang penting sekarang di perusahaan cost itu tidak mempengaruhi efisiensi,” kata Shinta.
Namun demikian, investasi pada sektor-sektor ekonomi yang sudah menerapkan prinsip tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) diprediksi akan tetap tumbuh ke depan. Apalagi Indonesia masih memiliki potensi yang belum dioptimalisasi.
“Perekonomian Indonesia diproyeksikan akan lebih baik dari negara lain, termasuk di area tertentu seperti kendaraan listrik, itu mungkin akan terus jalan,” katanya.
Investasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara juga akan terus berlanjut karena pembangunannya menerapkan konsep smart city yang sesuai dengan prinsip SDGs.
“Selama kita bisa menjustifikasi permintaan, pasar, dan siapa saja yang akan pindah, saya rasa investor akan mau berinvestasi, apalagi kalau kita fokus ke investasi yang berkelanjutan,” ucapnya.
Tantangan industri kendaraan listrik
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan berbagai macam tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengejar migrasi kendaraan listrik. Salah satunya dalam mengembangkan industri manufaktur yang mendukung ekosistem kendaraan ramah lingkungan tersebut.
Luhut mengatakan, tantangan lainnya adalah persoalan harga kendaraan listrik yang masih relatif tinggi dari kendaraan Bahan Bakar Minyak (BBM) konvensional. Selain itu, tantangan lainnya juga diakibatkan oleh infrastruktur pendukung seperti pengisian energinya serta fasilitas atau insentif keuangan yang masih belum masif.
Dia mengatakan, elektrifikasi sektor transportasi ini, diharapkan menjadi solusi untuk mengatasi tantangan tingginya jumlah subsidi energi terutama untuk BBM dan tingginya emisi karbon yang menyebabkan pencemaran udara.
“Teknologi elektrifikasi pada sisi transportasi sudah dapat dibuktikan handal di seluruh dunia. Indonesia juga memiliki pasokan listrik yang berlimpah di pulau jawa dan masih banyak lagi potensi EBT di masa berikutnya,"ujarnya.