Industri Tekstil Resah PHK, Minta Aparat Tindak Importir Baju Second

ANTARA FOTO/Novrian Arbi/foc.
Pedagang berjualan produk tekstil di Kampung Wisata Kreatif Tekstil Cigondewah, Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/6/2022).
8/11/2022, 18.27 WIB

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah menghadapi persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini disebabkan melemahnya perekonomian dunia, sehingga permintaan global terhadap kebutuhan tekstil menurun signifikan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Anne Patricia Sutanto, mengatakan PHK terhadap industri tekstil kerap terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal ini disebabkan oleh permintaan pasar dunia dan domestik yang belum stabil, terutama dengan ancaman resesi global pada 2023. Namun dia tidak bisa menyebutkan berapa jumlah pastinya. 

Terkait permasalahan tersebut, Anne meminta aparat pemerintah segera menghentikan impor baju second hand atau bekas secara ilegal yang dilakukan beberapa oknum, demi menjaga keberlangsungan industri.

"Indonesia peraturannya sudah ada, hanya memang kepastian penegakkan hukumnya yang kita ingin dari pemerintah," ujar Anne dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, pada Selasa (8/11).

Anne menjelaskan, untuk menindak pelaku importir ilegal juga mudah, karena terdapat perbedaan yang jelas antara baju bekas domestik maupun impor. "Ada sistem labeling, sehingga kalau baju bekas impor yang ilegal harusnya labeling-nya tidak pakai label Indonesia. Itu sudah menjadi ketentuan di peraturan Kemendag," ujar Anne.

Tak hanya itu, Anne juga berharap pemerintah dapat membantu memberikan keringanan utang di perbankan, atau menetapkan kebijakan suku bunga positif demi mengingkatkan gairah industri tekstil. 

Sementara itu, kinerja industri tekstil juga tertekan impor pakaian jadi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 2,20 juta ton tekstil dan produk tekstil sepanjang 2021. Jumlah ini meningkat 21,1% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 1,82 juta ton.

Anne mengatakan, adanya ancaman resesi global 2023 akan sangat berdampak pada industri tekstil. Pasalnya, saat ini banyak dari anggota asosiasi yang sudah mengurangi jam operasional perusahaan mereka. 

Berdasarkan catatan BPS, pertumbuhan  produk domestik bruto (PDB) subsektor tekstil dan pakaian jadi pada kuartal ketiga menurun. Terdapat pengurangan jumlah pekerja selama setahun terakhir sebanyak 50 ribu orang.

Data ini muncul di tengah ramai isu PHK yang menerpa banyak pabrik-pabrik tekstil di dalam negeri.

Pertumbuhan PDB subsektor tekstil dan pakaian jadi pada kuartal ketiga tahun ini juga terkontraksi 0,92% dibandingkan kuartal sebelumnya. Meski demikian, sektor ini masih tumbuh secara tahunan mencapai 8,09%, meski tidak setinggi pertumbuhan dua kuartal sebelumnya yang mencapai di atas 12%.

Reporter: Nadya Zahira