Negara-negara G20 mendeklarasikan Bali Compendium atau Kompendium Bali yang akan menjadi rujukan setiap negara dalam menyusun kebijakan investasi berkelanjutan. Deklarasi ini juga membuahkan komitmen bagi semua pihak untuk menghormati kebijakan investasi di setiap negara.
Secretary General of United Nations Conference on Trade and Development atau UNCTAD, Rebeca Grynspan, mengatakan bahwa Kompendium Bali menjabarkan praktik-praktik kebinekaan dalam mempromosikan investasi berkelanjutan bersama. Deklarasi ini disiapkan oleh Presidensi G20 di UNCTAD.
"Saya ucapkan terima kasih kepada Indonesia atas kepercayaan yang diberikan kepada kami untuk bekerja sama dengan Anda. Ini merupakan suatu proses edukasi dan suatu kebahagiaan," ujarnya saat Deklarasi Kompendium Bali dan Peluncuran Panduan Investasi Berkelanjutan di Bali, Intercontinental Bali, Kabupaten Badung, Bali, Senin (14/11).
Dia mengatakan, Kompendium Bali hadir di waktu yang tepat saat dunia berada dalam krisis, ketimpangan yang parah, dan ketidakstabilan yang kronis.
"Negara-negara di dunia hampir tidak memiliki kapasitas untuk mengatasi guncangan eksternal, bencana alam, kondisi darurat pada kesehatan masyarakat seperti Covid, kenaikan suku bunga, dan perang," ujarnya.
Grynspan mengatakan, guncangan ini telah mempersempit margin negara untuk berinvestasi. Padahal investasi lebih dibutuhkan saat ini dari sebelumnya untuk menghadapi perubahan iklim dan pulih secara inklusif guna mencapai SDG.
"Kompendium ini berisi pengalaman yang dapat kita pelajari terlepas dari kekuataan atau memang betul tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua. Penting utk melihat berbagai pendekatan untuk menghasilkan solusi yang paling tepat untuk setiap konteks lokal," ujarnya.
Lahir dari dukungan negara berkembang
Menteri Investasi Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa kompendium Bali ini adalah susunan masukan dari semua negara yang kemudian diramu bersama Kementerian Investasi RI. Kesepakatan ini akan berlaku bagi semua negara, termasuk di luar G20.
Kompendium Bali ini juga akan menjadi amunisi bagi Indonesia untuk menghadapi gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia kebijakan mengenai hilirisasi nikel.
"Tau gak ketika indonesia membuat kebijakan membangun hilirisasi, membangun nilai tambah, sebagian negara maju itu tidak setuju. Empat bulan kami lakukan lobi agar negara-negara maju dikasih ruang untuk menjadi negara maju," ujarnya.
Dia mengatakan, keberhasil kompendium Bali ini bisa terealisasi berkat kerja sama negara-negara berkembang. Para negara-negara berkembang inilah yang memberikan dukungan pada Indonesia di saat harus berhadapan dengan sebagian negara maju yang tidak memberikan persetujuan.
"Saya baru sadar saat kita setop ekspor nikel, kita digugat di wto. Ini ada udang di balik batu memang sebagian negara eropa nggak mau indonesia jadi negara maju," ujarnya.
International Energy Agency (IEA) menyatakan nikel merupakan bahan baku penting bagi industri baterai kendaraan listrik serta pembangkitan energi geotermal.
Permintaan nikel di pasar global pun diproyeksikan akan terus meningkat, seiring dengan penguatan tren energi baru-terbarukan (EBT).
"Permintaan nikel untuk teknologi energi bersih akan berkembang pesat hingga 20 kali lipat selama periode 2020 sampai 2040," prediksi IEA dalam laporan Southeast Asia Energy Outlook 2022.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.