Permintaan Ekspor Anjlok, 3 Sektor Industri Bakal PHK Massal pada 2023

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Pekerja menyelesaikan pemintalan benang di pabrik pembuatan sarung di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Senin (9/11/2020).
22/12/2022, 15.12 WIB

Asosiasi Pengusaha Indonesia mengatakan bahwa terdapat tiga sektor industri yang akan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK tahun depan yaitu tekstil dan produk tekstil atau TPT, furniture, dan alas kaki. Pemutusan hubungan kerja tersebut disebabkan permintaan global yang menurun.

"Pasti akan lakukan PHK pada tahun depan, bukannya akan lagi," ujar Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, Rabu (21/12).

Shinta mengatakan, tiga industri tersebut mulai melakukan PHK tahun ini. BPJS Ketenagakerjaan mencatat terdapat 919.071 pekerja yang mencairkan dana Jaminan Hari Tua atau JHT akibat PHK dari Januari hingga 1 November 2022.

Namun demikian, menurut Shinta, gelombang PHK akan semakin tinggi tahun depan.

Penyebab PHK

Shinta mengatakan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan PHK terjadi tahun depan, di antaranya:

1. Permintaan ekspor turun

Ekonomi sejumlah negara tujuan ekspor industri tersebut terancam mengalami resesi pada 2023. Hal itu menyebabkan permintaan konsumen menurun. Negara tujuan ekspor tersebut di antaranya Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Sementara tiga industri tersebut, sebelumnya banyak melakukan ekspor ke Amerika Serikar dan Uni Eropa. Permintaan menurun menyebabkan utilistas produksi menjadi rendah sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit.

Berdasarkan catatan Apindo, industri padat karya seperti Tekstil dan Produk Tekstil atau TPT dan Alas Kaki dihadapkan pada penurunan permintaan pasar global sejak awal semester II-2022. Permintaan tersebut khususnya yang berasal dari negara-negara maju.

"Di industri TPT dan alas kaki terjadi penurunan order hingga 30-50% untuk pengiriman akhir 2022 sampai kuartal I-2023," ujarnya.

2. Industri padat karya

Tiga industri yang terkena PHK tersebut merupakan setor padat karya yang menggunakan banyak tenaga kerja. Permintaan yang turun menyebabkan pendataan perusahaan yang menurun, sementara perusahaan tetap harus mengeluarkan biaya untuk membayar tenaga kerja yang banyak.

Dengan demikian, kondisi tersebut memaksa perusahaan-perusahaan di sektor tersebut untuk mengurangi produksi secara signifikan dan berujung pada pengurangan jam kerja hingga PHK.

3. Upah minimum naik

Menurut Shinta, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang penetapan upah minimum tahun 2023 sebaiknya tidak diterapkan. Hal itu dilakukan agar PHK idnustri padat karya tidak meningkat tahun depan.

Dalam aturan tersebut disebutkan jika kenaikan upah minimum tidak boleh dari 10%. Beberapa contoh kenaikan upah minimum misalnya DKI Jakarta 5,6% dan Jawa Tengah naik 8,01%.

Dia mengatakanm kebijakan tersebut akan menambah beban bagi pelaku usaha di industri padat karya. Karena, pasar ekspor yang sedang menurun signifikan saat ini, membuat mereka tidak mampu membayar pegawainya sesuai dengan Permenaker Nomor 18 yang telah ditetapkan.

“Pelaku usaha industri padat karya bilang sudah jatuh dikenai tangga pula. Jadi sudah sulit tambah sulit,” ujarnya.