Smelter Nikel Morowali Meledak dan Terbakar, Baru Setahun Beroperasi

ANTARA FOTO/Jojon/aww.
Ilustrasi smelter nikel.
29/12/2022, 13.22 WIB

Pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah, meledak dan menimbulkan kebakaran pada Kamis (22/12). Kebakaran tersebut dikabarkan menewaskan dua pekerja operator alat berat.

Dari tayangan video yang beredar di media sosial, diperlihatkan awal mula kemunculan api berasal dari salah satu tungku smelter yang meledak. Letupan tersebut menimbulkan kepulan asap yang disusul oleh kobaran api. Api dari kebakaran hebat itu kemudian menjalar ke alat berat yang berfungsi untuk mengangkut tungku smelter.

Sebagai informasi, smelter nikel milik PT GNI itu merupakan salah satu smelter yang digunakan untuk implementasi program hilirisasi nikel di dalam negeri dengan nilai investasi mencapai sekitar Rp 42,9 triliun.

Smelter ini diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2021 dengan kapasitas produksi 1,8 juta ton Feronikel per tahun dari hasil input bijih nikel sebesar 21,6 juta ton per tahun.

”Saya sangat mengapresiasi pembangunan smelter oleh PT Gunbuster Nickel Industry dan ini akan memberikan nilai tambah yang tidak sedikit dari bijih nikel yang diolah menjadi feronikel, nilai tambahnya meningkat 14 kali. Jika dari bijih nikel diolah menjadi billet stainless steel akan meningkat nilainya 19 kali lipat,” kata Jokowi.

Smelter milik PT GNI merupakan kepunyaan perusahaan baja asal Cina, yakni Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd yang juga melakukan operasi pertambangan di Kawasan Ekonomi Industri Xiangshui, Kota Yancheng, Provinsi Jiangsu.

Menanggapi adanya musibah tersebut, Kementerian ESDM menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki memiliki kewenangan atas pengawasan smelter milik PT GNI tersebut.

Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara, Sunindyo Suryo Herdadi, menjelaskan bahwa kewenangan pengawasan operasional smelter PT GNI merupakan ranah Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Hal itu sejalan dengan regulasi Izin Usaha Industri atau IUI yang berada di bawah Kemenperin. "IUI di bawah pengawasan Kemenperin,” kata Nindyo lewat pesan singkat pada Kamis (29/12).

Lebih lanjut, kata Nindyo, sejatinya Kementerian ESDM memang memiliki kewenangan pada pengawasan dan operasional di pabrik pengolahan atau smelter yang terintegrasi dengan tambang lewat regulasi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan atau Pemurnian.

Akan tetapi, aturan tersebut sudah tak berlaku sejak adanya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba).

“Jika smelter atau pabrik yang izinnya terintegrasi dengan tambangnya itu kewenangan Kementerian ESDM. Istilahnya Izin usaha pertambangan operasi produksi khusus pengolahan dan atau Pemurnian. Itu sudah tidak ada lagi di UU Nomor 3 tahun 2020," ujar Nindyo.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu