Kerap Terjadi Kecelakaan, Bagamana Standar K3 Smelter Nikel PT GNI?

ANTARA FOTO/Jojon/aww.
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022).
2/1/2023, 19.27 WIB

Sejumlah kalangan menyoroti standar pelaksanaan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dari operasional pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Hal ini berangkat dari adanya kecelakaan kerja yang berulang hingga sudah ada korban tujuh pekerja yang tewas, bahkan sejak smelter itu masih dalam tahap pembangunan sebelum kemudian diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2021.

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menilai bahwa kecelakaan kerja yang terjadi secara berulang di Smelter PT GNI mengindikasikan bahwa operasional pabrik pengolahan mineral tersebut belum memenuhi standar K3 internasional yang menganut prinspi nol kecelakaan atau zero accidents.

Fahmy juga menganggap bahwa pengembangan smelter di Indonesia tampaknya mendahulukan aspek kuantitatif produk ketimbang aspek kualitatif seiring adanya kewajiban hilirisasi dan ketetapan larangan ekspor bijih nikel.

"Pemerintah harus mewajibkan standar international dalam setiap pembangunan smelter, yakni standar zero accidents. Aturan itu juga memuat sanksi berupa denda, bukan penghentian operasi smelter," kata Fahmy saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Senin (2/1).

Menurut Fahmy, PT GNI sebagai pemilik wajib diberi teguran keras dan sanksi berupa denda atas kelalaian manajemen K3 di lingkup area kerja. Selain itu, Fahmy juga mendorong pemerintah dan pihak terkait untuk melaksanakan investigasi menyeluruh atas petaka yang terjadi tanpa harus menghentkan operasional smelter.

"Tentunya tidak bijak menghentikan smelter sebagai sanksi. Apalagi kapasitas smelter nikel belum mencukupi untuk seluruh produksi bijih nikel," ujar Fahmy.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arrangga, mengatakan manajemen risiko K3 di lingkungan kerja sudah diatur oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen K3, dan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 245 Tahun 1990.

Dalam aturan tersebut, ujar Daymas, perusahaan memiliki kewajiban untuk menerapkan standar K3 mulai dari identifikasi bahaya, potensi resiko hingga tindakan perbaikan untuk meminimalisir kecelakaan di lingkungan kerja.

"Kalau memang kejadian itu berulang-ulang, apalagi sudah ada korban meninggal dan kerusakan alat, memang harus dilakukan investigasi," kata Daymas saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Senin (2/1).

Dia menjelaskan, proses investigasi harus menyeluruh untuk mencari bukti soal adanya dugaan human error atau kerusakan alat atau sistem yang tidak memadai, hingga manajemen K3 yang belum mumpuni. "Seharusnya kalau sudah ada korban jiwa ini sudah menjadi lampu merah. Perlu investigasi," ujar Daymas.

Menurut penelusuran organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan, Trend Asia, tujuh orang pekerja yang tewas di PT GNI terdiri dari dua pekerja bunuh diri yang keduanya adalah warga negara Cina, dan lima pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja.

Adapun dua dari korban meninggal tersebut yaitu Nirwana Selle dan Made Devri, dua operator alat berat yang terjebak di crane ketika ledakan dari tungku smelter 2 menyebabkan kebakaran pada Kamis 22 Desember 2022.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu