Subsidi Motor Listrik Berpotensi Jadi Penyebab Kemacetan Bertambah

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Pekerja merakit sepeda motor listrik Gesits di pabrik PT Wika Industri Manufaktur (WIMA), Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021).
7/3/2023, 11.24 WIB

Subsidi motor listrik dan mobil listrik yang akan digelontorkan pemerintah berpotensi memicu kemacetan bertambah. Oleh sebab itu, subsidi tersebut perlu dipertimbangkan secara tepat sehingga memicu transisi ke kendaraan listrik, bukan penambahan jumlah kendaraan.

Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis, Putra Adhiguna, mengatakan elektrifikasi sektor transportasi adalah langkah penting dalam transisi energi. Elektrifikasi sektor transportasi memang lazim didorong dengan skema bantuan langsung ke pembelian unit kendaraan listrik.

"Banyak negara sudah sukses mendongkrak adopsi kendaraan listrik melalui skema ini," ujarnya melalui keterangan tertulis, Selasa (7/3).

Khusus untuk Indonesia, Putra mengatakan, skema subsidi kendaraan listrik berpotensi untuk menurunkan beban negara untuk subsidi BBM utamanya untuk peralihan roda dua. Tetapi skema insentif ini perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain adalah bagaimana implementasi skema ini agar dapat tepat sasaran dan benar-benar mendorong peralihan kendaraan listrik.

Putra mengatakan, skema insentif jangan sampai sekedar mendorong lonjakan sementara terhadap penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai atau KBLBB.

"Hal ini tentu berhubungan dengan asas keadilan dan distribusi manfaat, belum lagi soal penambahan unit malah dapat menambah kemacetan di jalanan," tuturnya.

Batasi Kendaraan Konvensional

Oleh sebab itu, dia mengatakan, pendalaman berbagai kebijakan termasuk dukungan untuk membangun ekosistem KBLBB dan elektrifikasi transportasi publik akan diperlukan. Pemerintah juga harus mulai memikirkan cara untuk mentransisikan kapasitas manufaktur dan penjualan kendaraan konvensional di Indonesia.

"Dengan membatasi kendaraan konvensional, maka otomatis pasar untuk kendaraan listrik dapat lebih lekas terbentuk," ujarnya.

Peneliti International Institute for Sustainable Development, Anissa Suharsono, mengatakan perlu diperhatikan bahwa skema ditujukan untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik, dan bukan penambahan jumlah mobil di jalan. Dengan demikian, kebijakan subsidi harus diikuti dengan skema pembatasan jumlah mobil pribadi dan peningkatan kualitas transportasi publik. Hal itu termasuk mendorong elektrifikasi transportasi publik.

"Pemerintah bisa mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM yang berhasil dihemat melalui skema ini untuk membiayai pengembangan ekosistem kendaraan berbasis listrik, seperti penyediaan charging infrastructure di lokasi-lokasi strategis, ujarnya.

Penambahan jumlah kendaraan listrik otomatis akan meningkatkan permintaan akan listrik. Pemerintah perlu tetap mendorong percepatan pengembangan pembangkit energi terbarukan untuk memastikan upaya penurunan emisi melalui program kendaraan listrik.

"Tidak malah berujung kepada pemenuhan peningkatan permintaan listrik ini melalui sumber yang tinggi emisi seperti batu bara dan gas," ujarnya.

Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia atau AISI menyebut, penjualan sepeda motor listrik di Indonesia sebenarnya belum begitu menggembirakan. Dari data yang dihimpun AISI, terdapat 31.827 unit motor listrik pada Oktober 2022.

Motor yang tercatat itu berdasarkan Sertifikasi Registrasi Uji Type (SRUT) yang diterbitkan oleh Kementerian Perhubungan. Berikut perbandingan jumlah penjualan motor listrik pada 2022 dengan target subsidi pemerintah.