Mengedepankan kebersamaan, dan berbasis fakta ilmiah, kelapa sawit sebagai potensi biosolusi yang dimiliki Indonesia dapat menjadi jawaban segera bagi kebutuhan dunia akan bahan bakar nabati rendah karbon berkelanjutan. Hal itu guna memitigasi dampak perubahan iklim.
“Masih cukup waktu bagi umat manusia untuk menyelamatkan bumi pertiwi dari ancaman perubahan iklim, sejauh ada ketulusan untuk mengambil langkah segera, nyata, dan bersama-sama,” kata Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food, Franky Oesman Widjaja saat menjadi pembicara kunci pada gelaran Indonesia Sustainability Forum 2023 di Jakarta, Kamis (7/9).
Dalam diskusi bertemakan "Fuels of the Future for Low Carbon Industri Solution" di acara yang digelar oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini, Franky menyampaikan potensi besar Indonesia dalam langkah bersama menangani dampak perubahan iklim, melalui pemanfaatan keunggulan sumber daya alam yang dimiliki.
“Seperti minyak kelapa sawit dan banyak sumber daya alam lainnya, yang dapat dan mesti memainkan peran penting bagi masa depan Indonesia yang rendah karbon,” katanya.
Komoditas kelapa sawit, sebagai salah satu sumber daya alam terbesar Indonesia, menurutnya adalah berkah Tuhan Yang Maha Esa karena mampu menyediakan mata pencaharian bagi lebih dari 17 juta orang, yang sebagian besar berada di pelosok pedesaan. Selain itu, minyak kelapa sawit juga menjadi kontributor utama ekspor Indonesia yang tahun 2022 tercatat bernilai sekitar US$ 40 miliar.
Capaian tadi berasal dari karakteristik minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati paling produktif yang mampu menghasilkan 5 hingga 10 kali lebih banyak per hektar perkebunanan, dibandingkan dengan minyak nabati lain yang ada.
“Hanya dengan luasan 8% dari total lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak nabati, dapat memasok 40% dari kebutuhan minyak nabati dunia saat ini,” ujar Franky.
Ia memperkirakan, pada tahun 2045 mendatang, produksi minyak kelapa sawit akan mencapai 100 juta ton per tahun, tanpa perlu melakukan perluasan lahan perkebunan.
Dengan memanfaatkan keunggulan ini secara terencana dan berkelanjutan, Indonesia telah mendekarbonisasi ekonominya melalui program B35. Franky pun optimistis mengenai pengembangan lebih jauh bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit sebagai bahan bakar pesawat udara.
Di mana semua berlangsung dengan tetap memperhatikan kebutuhan komoditas yang sama untuk pasokan industri lainnya, terutama pangan.