Presiden Joko Widodo mengalokasikan anggaran infrastruktur mencapai Rp 400,3 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025, lebih rendah dibandingkan tahun ini Rp 422,7 triliun. Meski demikian, Jokowi merancang anggaran infrastruktur mencakup keberlanjutan konstruksi di Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara.
Selain IKN, menurut Jokowi, anggaran infrastruktur akan fokus untuk membangun sektor pendidikan, kesehatan, konektivitas, pangan dan energi. "Kita telah merasakan kemajuan pembangunan infrastruktur yang Indonesiasentris," kata Jokowi di Gedung DPR, Jumat (16/8).
Jokowi mengklaim pembangunan infrastruktur selama pemerintahannya cukup merata, mulai dari pembangunan jalan tol, jalan nasional, bendungan, irigasi, bandara, hingga konstruksi IKN.
Adapun dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang dirilis pemerintah hari ini, alokasi anggaran pembangunan IKN hanya mencapai Rp 143,1 miliar pada tahun depan. Pemerintah menyatakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha akan didorong menjadi tulang punggung pembiayaan kreatif konstruksi IKN.
KPBU dalam proyek IKN disalurkan agar kesinambungan konstruksi IKN terjaga. Pemerintah menilai pendanaan kreatif menjadi penting untuk menekan risiko premium dalam pembangunan infrastruktur di IKN oleh pihak swasta.
"Dengan demikian, diharapkan tersedia sumber-sumber pendanaan non-pemerintah dapat ikut berpartisipasi dalam konstruksi IKN," seperti tertulis dalam dokumen tersebut.
Di sisi lain, Jokowi mengatakan pemerintah akan terus meningkatkan efektivitas pembiayaan investasi. Beberapa skema investasi yang akan didorong adalah Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha, penguatan Lembaga Pengelola Investasi, dan Special Mission Vehicle.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi memproyeksikan kebutuhan investasi infrastruktur air hingga 2030 mencapai US$ 1,7 triliun atau Rp 26.380 triliun. Dengan kata lain, pemerintah butuh investasi hingga Rp 3.832 triliun per tahun mulai 2024.
Di samping itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mendorong pemerintah selanjutnya untuk meningkatkan akses pembiayaan ke kelompok kelas bawah. Beberapa kelompok yang dimaksud adalah masyarakat berpenghasilan rendah, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan usaha ultra mikro.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah UKM Yulius sebelumnya menargetkan skema penilaian kredit inovatif untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) diimplementasikan tahun depan. Skema tersebut dapat meningkatkan penyaluran kredit UMKM dan mempertahankan rasio kredit bermasalah atau NPL.
Yulius mengatakan telah menguji skema penilaian kredit inovatif atau ICS. Hasilnya, nilai kredit UMKM naik 5% dibandingkan skema normal. Selain itu, rasio kredit bermasalah stabil di sekitar 5,5%.
"Penelitian penggunaan ICS masih berproses. Mudah-mudahan dalam tahun depan selesai dan dapat digunakan," kata Yulius di kantornya, Senin (12/8).