Pemerintah Diminta Segera Rilis Aturan Pembatasan Impor Keramik dari Cina
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menilai bea masuk anti dumping (BMAD) sekitar 40% tidak akan efektif menekan gempuran keramik impor dari Cina. Oleh karena itu, pengusaha meminta pemerintah juga menerbitkan aturan pembatasan impor keramik dari Cina.
Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan menyampaikan besaran BMAD keramik impor hanya sebesar 45% - 50%. Ketua Umum Asaki Edy Sutanto menilai BMAD seharusnya sebesar 80% agar efektif menekan volume impor.
"Jika BMAD antara 70% sampai 80%, kami yakin angka impor bisa turun di atas 50%. Kalau itu terjadi, dampaknya besar sekali ke industri keramik nasional," kata Edy di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/8).
Edy menjelaskan BMAD sebesar 40% tidak akan menyamakan lapangan bermain keramik lokal dan keramik impor, khususnya dari Cina. Sebab, keramik impor dari Cina akan tetap lebih kompetitif, baik dari sisi harga pokok produksi maupun harga jual.
Sementara BMAD sebesar 80% akan membuat harga jual keramik dari Cina mencapai US$ 6,1 per meter persegi. Harga jual keramik lokal saat ini sebesar US$ 6,5 per meter persegi.
"Kami optimistis bisa memenangkan persaingan tersebut, karena kami menang secara kualitas, desain, layanan purna jual, dan ketepatan waktu pengiriman," katanya.
Edy menghitung rata-rata volume keramik impor sekitar 75 juta meter persegi per tahun. Menurut Edy, volume impor terbesar terjadi pada tahun lalu seluas 90 juta meter persegi.
Desak Pemerintah Batasi Impor Keramik
Oleh karena itu, Edy mengusulkan agar pemerintah membatasi volume impor antara 45 sampai 50 juta meter persegi dalam implementasi BMAD keramik. Dengan demikian, tujuan awal BMAD keramik impor agar bisa menekan volume impor keramik.
Edy secara khusus menilai pembatasn impor keramik harus dilakukan pada keramik impor asal Cina. Sebab, hanya performa keramik asal Negeri Panda yang konsisten tumbuh pada tahun ini.
Edy mencatat mayoritas negara asal keramik impor yang masuk pasar lokal telah menunjukkan penurunan secara volume maupun nilai. Penurunan volume impor keramik terbesar terjadi pada keramik asal India pada paruh pertama tahun ini, sementara penurunan nilai terbesar ada pada keramik asal Thailand.
Volume Keramik Impor dari Cina Naik
Pada Januari-Juni 2024, volume keramik impor dari Cina naik 11,6% secara tahunan menjadi 34,87 juta meter persegi. Sementara itu, nilai impor keramik dari cina tumbuh 6% menjadi US$ 111,71 juta.
Edy menilai penerapan BMAD dan pembatasan impor dapat melindungi pabrikan keramik yang melakukan ekspansi pada tahun ini. Terdapat dua investasi baru industri keramik yang mulai produksi pada tahun ini senilai Rp 3 triliun dengan kapasitas 43,5 juta meter persegi per tahun.
Di samping itu, Edy berpendapat BMAD dan pembatasan impor dapat memicu produsen keramik asal Cina memindahkan pabriknya ke dalam negeri. "Kami ingin meraka investasi di dalam negeri dan berkompetisi dengan adil dengan kami," ujarnya.