Pemerintah akan Sulap Daerah Transmigrasi jadi Klaster Pertanian Modern

ANTARA FOTO/Ampelsa/foc.
Ilustrasi. Sebanyak 40% produksi padi saat ini berasal dari kawasan transmigrasi.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
9/1/2025, 15.32 WIB

Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman menandatangani kesepakatan strategis dengan Kementerian Pertanian untuk membangun kawasan transmigrasi secara terintegrasi. Hal tersebut dinilai penting lantaran hingga 40% produksi padi berasal dari kawasan transmigrasi.

Kesepakatan tersebut akan mendatangkan bantuan alat dan mesin pertanian senilai Rp 300 miliar untuk satu kelompok petani yang beranggotakan 15 orang. Setiap kelompok tani akan bertugas menggarap 200 hektare sawah atau lebih dari 13 hektare per orang.

"Dengan demikian, transmigran dan petani bisa naik kelas dan menjadi penyokong pembangunan nasional," kata Iftitah dalam keterangan resmi, Kamis (9/1).

Iftitah menilai, kesepakatan tersebut dapat mempercepat penghentian impor beras ke dalam negeri. Selain  meningkatkan produktivitas, bantuan alat dan mesin pertanian dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan transmigran.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, para transmigran akan menggarap lahan klaster pertanian modern. Selain alat dan mesin pertanian, Amran berencana membantu para petani transmigran dengan penyediaan benih, pupuk, pendampingan, dan peningkatan keterampilan.

Amran menjelaskan, setiap  kelompok petani transmigran akan dilengkapi dengan traktor roda empat, traktor roda dua, combine harvester, rice transplanter, dan pompa air. Menurutnya, bantuan tersebut dapat menjadikan wilayah transmigrasi sebagai puas ekonomi baru di desa.

Ia juga berencana melakukan hilirisasi terhadap hasil pertanian di wilayah transmigrasi. Menurutnya, nilai tambah dari hilirisasi tersebut dapat mencapai tiga kali lipat.

"Dengan demikian, orang yang bertransmigrasi merasa nyaman, karena pendapatannya minimal Rp 10 juta per bulan," katanya.

Bantuan yang diberikan dalam kesepakatan antara Kementan dan Kementrans serupa dengan program peningkatan petani muda. Amran sebelumnya menargetkan program tersebut dapat meningkatkan kontribusi petani muda ke total petani lebih dari 10% pada tahun ini.

Amran menjelaskan, program Petani Milenial kan mengadopsi sistem kluster yang diterapkan di negara maju. Dengan teknologi, Amran mencontohkan, waktu pengolahan satu hektare lahan pertanian akan terpangkas dari 25 hari menjadi hanya 90 menit.

Pemerintah memberikan insentif agar para petani dapat membeli teknologi untuk mengolah lahan pertanian. Insentif tersebut dapat memangkas biaya produksi hingga 50% dan produktivitas menjadi naik dua kali lipat.

Para peserta program akan mendapatkan 70% dari hasil pertanian, sisanya dinikmati pemilik lahan. Dengan jumlah pengembalian investasi yang besar, Amran meyakini, jumlah petani muda akan bertambah dan berkontribusi kepada ketahanan pangan masa depan.  

Dalam hitungannya, pendapatan bersih setiap petani mudah dalam program insentif tersebut setidaknya Rp 10 juta per bulan. Pengembalian investasinya berkali lipat lebih tinggi dari petani gurem.  

Badan Pusat Statistik mendata, kontribusi generasi Z ke total petani nasional hanya 2,14% atau sekitar 630.000 orang. Sedangkan, petani dari generasi milenial berkontribusi sekitar 25,61% atau sekitar 7,51 juta orang.

Reporter: Andi M. Arief