Buntut Cek Fakta Twitter, Trump Lancarkan 'Perang' dengan Media Sosial

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria/wsj/cf
Donald Trump menyatakan perang terhadap media sosial yang kerap berseberangan dengan kebijakannya.
Penulis: Happy Fajrian
29/5/2020, 07.58 WIB

Cek fakta yang dilakukan Twitter terhadap cuitan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melalui akun @realDonaldTrump terkait kemungkinan manipulasi dalam pemilu November 2020, memicu perseteruan yang serius.

Pada Kamis (28/5) malam waktu setempat, Trump telah menandatangani surat perintah eksekutif (executive order) untuk menerbitkan aturan baru yang berpotensi melemahkan atau bahkan mencabut undang-undang (UU) perlindungan perusahaan internet, termasuk Twitter dan Facebook.

Trump disebutkan ingin mengubah atau menghapus ketentuan UU yang dikenal sebagai “section” atau pasal 230 yang melindungi perusahaan media sosial dari tanggung jawab atas konten yang diposting oleh penggunanya.

“Saya pikir kami akan mengaturnya. Jaksa Agung William Barr akan segera menyusun UU untuk mengatur perusahaan media sosial,” kata Trump seperti dikutip Reuters, Jumat (29/5).

(Baca: Trump vs Twitter dalam Isu Manipulasi Pemilu dan Pembunuhan Politisi)

Bahkan dia mengklaim pihak oposisinya, yakni partai demokrat, turut mendukung rencana ini. “Saya telah ditelpon oleh (anggota) partai demokrat yang juga ingin melakukan ini. Jadi anda akan melihat situasi bipartisan,” ujar Trump yang merupakan partai Republik.

Adapun Twitter tidak memberi komentar terkait upaya Trump mengatur platform media sosial lebih ketat. Namun juru bicara Google, mengatakan bahwa upaya Trump melemahkan pasal 230 seperti ini akan melukai ekonomi AS dan kepemimpinan globalnya atas kebebasan berinternet.

Sementara itu juru bicara Facebook mengatakan bahwa membatalkan atau membatasi ketentuan ini akan melemahkan kebebasan berbicara secara online dan mendorong platform media sosial untuk menyensor apa pun yang mungkin menyinggung orang lain.

Pengacara Amandemen Pertama Floyd Abrams mengatakan langkah ini menjadi upaya kesekian Trump dalam menggunakan jabatannya sebagai presiden untuk memaksa perusahaan swasta mengubah kebijakannya yang tidak sejalan atau mendukung dia.

(Baca: Khawatir Ribut dengan Trump, Inggris Kaji Blokir Layanan 5G Huawei)

Halaman: