WHO Tak Sarankan Bukti Vaksinasi Covid-19 Jadi Syarat Perjalanan

ANTARA/Shutterstock
Ilustrasi, logo WHO. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tidak menyarankan bukti vaksin sebagai syarat perjalanan.
18/1/2021, 11.50 WIB

“Ketika orang sudah divaksin, kemudian bepergian menggunakan sertifikat pengganti tes pemeriksaan, itu salah. Aturan itu kurang tepat dan berbahaya,” kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (15/1).

Dicky menjelaskan mata rantai Covid-19 bisa diputus dengan gerakan 5M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan. Adapun pemerintah melakukan 3T yakni testing, tracing, dan treatment.

Menurutnya, langkah ini sebagai upaya dalam menekan penyebaran virus. “Saya tekankan, vaksin bukan segalanya. Vaksin tidak akan sukses tanpa penerapan 3T dan 5M,” ujarnya.

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono juga menyebutkan vaksinasi hanya merangsang antibodi untuk mengurangi risiko tidak sakit, bukan mencegah penularan. "Setelah suntik kedua juga perlu waktu tunggu hingga tiga minggu supaya antibodinya cukup menangkal Covid-19 yang berat," kata dia.

Dia menjelaskan pencegahan penularan Covid-19 melalui konsep berlapis-lapis atau dengan istilah pencegahan dengan keju Swiss. Setelah vaksin, harus tetap menjaga protokol kesehatan. "Karena tidak ada satu cara pun yang sangat sempurna, maka pencegahan dilakukan dengan beragam cara mulai dari memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, pelacakan kasus, hingga vaksin," kata dia.

Adapun pengamat penerbangan Gatot Raharjo menyatakan wacana tersebut dapat dianggap sebagai strategi agar masyarakat mau divaksin. Dia memperkirakan usulan tersebut akan mendapat sambutan para penumpang karena mengurangi biaya untuk pemeriksaan Covid-19. Apalagi vaksin yang akan diterima pun gratis. “Namun, tetap harus dipastikan bahwa sertifikat itu tidak bisa dipalsukan,” ujar Gatot.

Ia melanjutkan, tanpa sertifikat pun, sebenarnya penyebaran virus di dalam pesawat cenderung minim. Sebab, pesawat telah dilengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) yang mampu menyaring udara.

“HEPA ini bisa menyaring virus sampai 99%. Makanya penularan di pesawat itu hampir tidak ada,” kata dia.

Kendati menyambut baik rencana tersebut, Gatot mengingatkan pemerintah untuk konsisten dalam mengambil keputusan. “Apapun kebijakan pemerintah, asal untuk penanganan Covid-19 dan bisa meyakinkan masyarakat untuk terbang, akan berdampak positif bagi penerbangan. Asal kebijakannya tidak berubah-ubah,” ujarnya.

Halaman: