Perusahaan Real Estat Donald Trump Didenda Rp 25 M atas Penipuan Pajak

ANTARA FOTO/REUTERS/Shannon Stapleton/aww/cf
Mantan presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjuk ke arah peserta saat konvensi tahunan National Rifle Association (NRA) di Houston, Texas, Amerika Serikat, Jumat (27/5/2022).
Penulis: Happy Fajrian
15/1/2023, 16.54 WIB

Pengadilan New York menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar US$ 1,61 juta atau hampir Rp 25 miliar kepada perusahaan real estat milik Donald Trump yang terbukti melakukan penggelapan pajak (tax fraud) selama 15 tahun.

Hakim Juan Merchan menjatuhkan sanksi tersebut, hukuman maksimal yang diatur dalam undang-undang, setelah juri menemukan dua perusahaan afiliasi Trump Organization bersalah atas 17 tuntutan pidana bulan lalu.

Merchan juga menghukum Allen Weisselberg, yang bekerja untuk keluarga Trump selama 50 tahun dan merupakan mantan kepala keuangan perusahaan, lima bulan penjara setelah ia bersaksi sebagai saksi utama penuntutan.

Salah satu pengacara pembela, Susan Necheles, mengatakan bahwa perusahaan Trump berencana untuk mengajukan banding.

Jaksa Distrik Manhattan Alvin Bragg, yang kantornya mengajukan kasus tersebut, masih melakukan penyelidikan kriminal terhadap praktik bisnis Trump.

“Hukuman hari ini, bersama dengan hukuman awal pekan ini, menutup bab penting dari penyelidikan kami yang sedang berlangsung terhadap mantan presiden dan bisnisnya,” kata Bragg seperti dikutip dari Reuters pada Minggu (15/1).

Joshua Steinglass, salah satu jaksa penuntut, tampaknya menyesali besarnya hukuman tersebut. Dia berkata kepada Merchan bahwa hukuman tersebut hanyalah "sebagian kecil" dari pendapatan Organisasi Trump. Sedangkan perusahaan tidak dapat dijatuhi hukuman penjara.

Bill Black, seorang profesor di Fakultas Hukum Universitas Missouri-Kansas City yang berspesialisasi dalam kejahatan kerah putih, menyebut hukuman itu tidak berarti. “Ini lelucon. Tidak ada yang akan berhenti melakukan kejahatan semacam ini karena hukuman ini,” ujarnya.

Kasus ini telah lama menjadi duri di pihak mantan presiden dari Partai Republik itu, yang menyebutnya sebagai bagian dari perburuan oleh Demokrat yang tidak menyukainya dan gaya politiknya.

Trump juga menghadapi gugatan perdata senilai US$ 250 juta oleh Jaksa Agung negara bagian Letitia James yang menuduh dia dan anak-anaknya yakni Donald Jr., Ivanka, dan Eric menggelembungkan nilai kekayaan bersihnya dan aset perusahaannya untuk menghemat pinjaman dan asuransi.

Bragg dan James adalah Demokrat, seperti pendahulu Bragg, Cyrus Vance, yang mengajukan kasus pidana. Trump mengincar kursi kepresidenan pada 2024, setelah kalah dalam upaya pemilihan ulang pada 2020.

Pada sidang yang berlangsung selama empat minggu, jaksa memberikan bukti bahwa perusahaan Trump menanggung pengeluaran pribadi seperti sewa dan sewa mobil untuk eksekutif tanpa melaporkannya sebagai pendapatan, dan berpura-pura bahwa bonus Natal adalah kompensasi non-karyawan.

Trump sendiri menandatangani cek bonus, kata jaksa, serta sewa apartemen mewah Weisselberg di Manhattan dan biaya sekolah swasta untuk cucu CFO. “Sejumlah praktik penipuan ini secara eksplisit disetujui dari atas ke bawah,” kata Steinglass pada sidang hari Jumat.

Meskipun bersaksi untuk pemerintah, Weisselberg mengatakan Trump bukan bagian dari skema penipuan, dan menolak untuk membantu Bragg dalam penyelidikannya yang lebih luas terhadap mantan presiden tersebut.

Organisasi Trump telah menempatkan Weisselberg pada cuti berbayar sampai mereka memutuskan statusnya minggu ini. Weisselberg, 75, menjalani hukumannya di penjara Pulau Rikers yang terkenal di Kota New York.

Trump menghadapi beberapa kesengsaraan hukum lainnya, termasuk penyelidikan terkait serangan 6 Januari 2021 di Capitol AS, penyimpanan dokumen rahasia setelah meninggalkan Gedung Putih dan upaya untuk membatalkan kekalahan pemilu 2020 di Georgia.