Pasar Carbon Capture Storage Dunia Diprediksi Capai Rp 202 T pada 2033

Freepik
Ilustrasi, emisi yang dihasilkan sebuah pabrik.
Penulis: Agung Jatmiko
2/4/2023, 09.35 WIB

Nilai pasar penyimpanan dan penangkapan karbon atau carbon capture storage (CCS) diprediksi akan meningkat pesat selama sepuluh tahun mendatang. Hal ini diungkapkan dalam riset yang disusun Evolve Business Intelligence.

Dalam laporan tersebut, pasar carbon capture storage diperkirakan akan tumbuh dari US$ 2,1 Miliar atau setara dengan Rp 31,43 triliun (asumsi kurs Rp 14.968,6/US$) pada 2022, menjadi US$ 13,5 Miliar atau Rp 202,07 triliun pada 2033, tumbuh pada tingkat pertumbuhan gabungan tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) 13,5% dari 2023 hingga 2033.

Pasar penangkapan dan penyimpanan karbon mengacu pada teknologi dan layanan yang digunakan untuk menangkap, mengangkut, dan menyimpan emisi karbon dioksida (CO2) dari proses industri seperti pembangkit listrik dan produksi minyak dan gas.

Menurut laporan Evolve Business Intelligence, pasar penangkapan dan penyimpanan karbon akan didorong oleh meningkatnya kekhawatiran global tentang perubahan iklim.

"Selain itu, pesatnya perkembangan pasar carbon capture storage juga didorong oleh kebutuhan banyak negara mengurangi emisi gas rumah kaca, demi memenuhi target iklim internasional," tulis laporan Evolve Business Intelligence, dikutip Minggu (2/4).

Pasar carbon capture storage sendiri tersegmentasi menjadi tiga kategori utama, yakni penangkapan, transportasi, dan penyimpanan. Segmen penangkapan melibatkan teknologi dan peralatan yang digunakan untuk menangkap emisi CO2 dari proses industri, seperti pembangkit listrik dan pabrik semen.

Kemudian, segmen transportasi melibatkan jaringan pipa dan infrastruktur lain yang digunakan untuk mengangkut CO2 yang ditangkap ke lokasi penyimpanan. Terakhir, segmen penyimpanan melibatkan teknologi dan infrastruktur yang digunakan untuk menyimpan CO2 di bawah tanah dalam formasi geologis.

Pesatnya perkembangan pasar carbon capture storage, utamanya akan didorong oleh peraturan dan insentif pemerintah yang ditujukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Selain itu, penggunaan sumber energi terbarukan yang semakin meningkat, seperti angin dan matahari, telah meningkatkan kebutuhan akan sumber daya yang fleksibel dan andal, seperti gas alam, yang membutuhkan carbon capture storage untuk mengurangi emisinya.

Perkembangan pasar carbon capture storage selama dua tahun terakhir mengalami perlambatan. Penyebabnya, adalah karena adanya pandemi Covid-19 membuat penyelesaian pekerjaan konstruksi tertunda, imbas pembatasan perjalanan dan pembatasan jarak

Selain itu, pandemi Covid-19 juga telah mengakibatkan harga minyak dan gas yang lebih rendah. Ini akhirnya mengurangi insentif ekonomi bagi produsen minyak dan gas untuk berinvestasi dalam teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon.