Deklarasi KTT G2O India Serukan Perdamaian atas Perang Rusia Ukraina
Para pemimpin dunia negara G20 menyerukan perdamaian dan mendeklarasikan agar semua negara agar tidak menggunakan kekerasan guna merebut wilayah negara lain dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di India.
Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan Deklarasi Pemimpin telah diadopsi pada hari pertama pertemuan puncak KTT G20 akhir pekan ini di New Delhi dengan menghindari kalimat mengutuk Rusia atas perang di Ukraina.
"Di balik kerja keras semua tim, kami sudah menerima konsensus mengenai Deklarasi KTT Pemimpin G20. Saya mengumumkan pengadopsian deklarasi ini," kata Modi kepada para pemimpin G20, seperti dikutip dari Antara, Minggu (9/10).
Konsensus ini cukup mengejutkan mengingat anggota G20 terpecah soal perang di Ukraina. Negara-negara Barat sebelumnya mendorong kecaman keras terhadap Rusia dalam Deklarasi Pemimpin, sementara negara-negara Barat lainnya menuntut fokus kepada isu-isu ekonomi yang lebih luas.
"Kami menyeru semua negara agar menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk integritas dan kedaulatan wilayah, hukum kemanusiaan internasional, dan sistem multilateral yang menjaga perdamaian dan stabilitas," kata deklarasi tersebut.
"Kami menyambut baik semua prakarsa relevan dan konstruktif yang mendukung perdamaian yang menyeluruh, adil, dan tahan lama di Ukraina. Penggunaan atau ancaman penggunaan senjata nuklir tidaklah bisa diterima," kata deklarasi itu.
Kementerian Luar Negeri Ukraina menyebut deklarasi tersebut tidak bisa dibanggakan. Mereka menyatakan kehadiran Ukraina akan membuat peserta memahami lebih baik situasi tersebut.
Namun, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan deklarasi tersebut menunjukkan posisi tegas terhadap invasi Rusia di Ukraina dengan mengatakan bahwa integritas wilayah suatu negara tak bisa digugat oleh kekerasan.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menilai deklarasi tersebut memuat pernyataan yang sangat tegas mengenai perang ilegal Rusia di Ukraina. "Saya kira itu hasil yang bagus dan kuat."
Belum ada reaksi langsung dari Rusia atas deklarasi itu yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov. Dia sebelumnya menyatakan akan menghalangi setiap deklarasi akhir kecuali mencerminkan posisi Moskow terhadap Ukraina dan krisis-krisis lainnya.
Invasi Rusia di Ukraina pada 2022 telah merenggut puluhan ribu nyawa manusia, jutaan orang terpaksa mengungsi, dan menimbulkan gejolak ekonomi di seluruh dunia. Moskow membantah melakukan kekejaman selama konflik yang disebutnya sebagai operasi khusus untuk demiliterisasi Ukraina.
Deklarasi tersebut juga menyerukan penerapan prakarsa Laut Hitam untuk mengamankan pasokan pangan dan pupuk dari Ukraina dan Rusia. Moskow menarik diri dari perjanjian tersebut Juli silam karena apa yang dianggapnya kegagalan memenuhi tuntutannya untuk menerapkan perjanjian sejalan, yang meringankan aturan ekspor pangan dan pupuk Rusia.
Cina Dukung Hasil KTT
Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar mengatakan Pemerintah Cina yang menjadi sekutu utama Rusia, mendukung hasil KTT G20 ini. "Perbedaan sudut pandang dan kepentingan memang terjadi, namun kami mampu menemukan titik temu dalam semua isu," kata dia dalam konferensi pers.
Perbedaan pandangan mengenai perang telah menghalangi tercapainya kesepakatan bahkan pada satu komunike dalam pertemuan tingkat menteri selama India mengetuai G20 tahun ini.
Sherpa India, perwakilan negara dalam G20, mengatakan negara tuan rumah bekerja sangat erat dengan Brazil, Afrika Selatan dan Indonesia untuk menghasilkan konsensus mengenai bahasa perang di Ukraina dalam dokumen KTT itu.
Deklarasi tersebut juga menyatakan kelompok tersebut setuju mengatasi kerentanan utang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan cara yang efektif, menyeluruh dan sistematis, namun tidak membuat rencana aksi baru.
Selain itu, negara-negara berjanji memperkuat dan mereformasi bank-bank pembangunan multilateral, di samping menerima proposal regulasi lebih ketat untuk mata uang kripto.
Negara G20 juga sepakat bahwa dunia memerlukan pendanaan berbiaya rendah senilai total 4 triliun dolar AS setiap tahun untuk transisi energi, dengan porsi besar energi terbarukan dalam bauran energi primer.
Deklarasi G20 ini menyerukan percepatan upaya menuju penghentian bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara, namun menyatakan hal ini harus dilakukan sejalan dengan keadaan nasional dan mengakui perlunya dukungan menuju transisi yang adil.